Kamis, 12 April 2018

Review buku'MENGAPA NEGARA GAGAL(WHY NATIONS FAIL); penulis Daron Acemoglu dan James A. Robinson

BAB 1
BEGITU DEKAT NAMUN SUNGGUH BERBEDA
Oleh :
Mariayani Oktafiana Rene (14030117410017)

Bab ini sesungguhnya mengisahkan kepada kita tentang alasan atau sebab dua daerah yang berdekatan, yang hanya dibatasi oleh tembok pagar pemisah wilayah memiliki kehidupan secara ekonomi dan sosial politik yang sangat berbeda. Dalam buku ini yang dibahas adalah perbedaan antara kehidupan warga Nogales Arizona yang berada diwilayah teritorial Amerika Serikat dengan kehidupan warganya yang makmur dan Nogales Sonora yag berada diwilayah Meksiko dengan warga yang hidup miskin. Hal pertama yang dibahas sebagai sebab terjadinya perbedaan kondisi di kedua daerah Nogales ialah mengenai sejarah berdirinya kota, yang didalamnya kita dapat melihat terjadi perbedaan antara bangsa penjajahnya yakni Spanyol dan Inggris. Dan juga bagaimana bentuk perlawanan rakyat pribumi daerah yang dijajah. Spanyol berhasil menguasi dan menjajah daerah Amerika Latin bukan hanya karena strateginya tetapi juga  karena warga pribuminya tidak melakukan perlawanan yang cukup berarti, sementara inggris dengan tidak memilki strategi karena hanya mengikuti strategi Spanyol dihadapkan pada warga Pribumi yang tidak mau menuruti perintah dan melakukan perlawanan.
Penyebab kedua Amerika Serikat adalah negara yang lebih demokratis ketimbang negara manapun dimuka bumi pada adad ke-19 dan hingga saat ini. Paham demokratis yang dianut membuat pemerintah Amerika beserta warganya mengakui akan adanya kesetaraan dan kebebasan diberikan kepada seluruh warga untuk berinovasi untuk mengembangkan dirinya, khususnya dalam hal teknologi. Amerika juga sangat menghargai hasil karya setiap orang, tidak melihat apakah itu  kaum bangsawan, politis atau orang miskin semuanya diberikan kesempatan yang sama untuk berinovasi dan negara menjaminnya dengan meberikan hak paten, yang menjadi salah satu pendongkrak ekonomi sejumlah orang miskin di Amerika, yang dalam buku ini dicontohkan ialah Thomas Edison. Sebab berikutnya mengapa antara Nogales Arizona dan Nogales Sonora ialah karena adanya lembaga sosial yang berbeda dan menghasilkan insentif yang berbeda pula pada warganya. Amerika Menjadi lebih kaya dibandingkan Meksiko dan juga Peru karena Amerika memiliki lembaga politik dan ekonomi yang mempengaruhi insentif yang didapat oleh warganya baik secara perorangan, perusahaan dan politisi. Setiap masyarakat bekerja sesuai dengan kaidah dan hukum ekonomi dan politik yang dibuat dan ditegakkan oleh negara maupun rakyatnya secara kolektif. Lembag-lembaga ekonomi yang membentuk insentif ekonomi ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk mengenyam pendidikan,menabung dan berinvestasi, berinovasi dan mengadopsi teknologi.
Lembaga ekonomi di negara Amerika juga memungkinkan warganya untuk mendirikan perusahaan dengan muda tanpa terkendala oleh berbagai hambatan. Lembaga-lembaga Ekonomi di Amerika  dalam hal ini bank  mengalami iklim kompetitif yang sehat sehingga menguntungkan warganya untuk lebih muda mendapatkan pinjaman untuk modal pronyek mereka. Pasar tenaga kerja Amerika juga membantu para pengusahanya untuk merekrut orang-orang yang berkualifikasi, dan lingkungan pasar yang relatif kompetitif memungkinkan mereka untuk mengembangkan perusahaan dan produknya.
Sementara bagi meksiko demokrasi adalah hal yang baru. Selama beberapa waktu Meksiko mengalami pergantian pemimpin yang terjadi sesukanya tanpa adanya sistem pemilu dan penyampaian aspirasi dari rakyatnya. Santa Ana dan Gomes Farias melakukan pertukaran masa kepemimpinan mereka tanpa adanya regulasi dan kontrol dari rayatnya. Lembaga ekonomi dan politik di Meksiko juga sangat jauh dari Kompetitif, Politik secara mutlak dikuasai oleh sepihak oleh penguasa, sementara lembaga ekonomi pun bernasib sama. Instabilitas politik dan ekonomi berdampak pada lemahnya perlindungan hukum terhadap hak kekayaan atau hak milik setiap warga. hanya segelintir pihak yang memiliki hak monopoli pasar, dalam hal ini Carls Slim yang menguasai pasar komunikasi Meksiko. Sementara akan begitu sulit bagi pihak lain yang hendak bersaing karena banyaknya kendala mulai dari mahalnya ongkos perizinan, bentuk perizinan hingga birokrasi, para politisi dan penguasa yang harus dilewati.
Perbedaan yang terjadi di Nogales Arizona dan Nogales Sonora mendorong kita kemudian melihat kepada teori ketidakadilan dunia. Teori ini berusaha menjelaskan efek yang ditimbulkan berbagai lembaga ekonomi dan politik terhadap kesuksesan dan kegagalan negara didunia yang berimbas pada kemakmuran dan kemiskinan dibidang ekonomi.



BAB 2
TEORI-TEORI YANG TAK TERBUKTI
Oleh :
 Sierfi Rahayu (14030117410008)

Peta Distribusi Kemakmuran Dunia
Bagian ini berusaha mengungkap tentang kesenjangan antara negara kaya dan miskin di muka bumi dan menjelaskan pola-pola umum yang membentuk kesenjangan itu. Apabila kita lihat memang kontras antara negara-negara berpenghasilan terendah dengan yang terkaya di dunia itu sungguh kentara. Namun disini ada beberapa pola kesenjangan yang menarik untuk disimak. Pertama, yaitu pola kesenjangan yang terjadi di kawasan benua Amerika. Kita akan menemukan kelompok negara terkaya dan termiskin selalu sama, baik mau dilihat dari lima puluh tahun yang lalu atau seratus tahun yang lalu hasilnya selalu sama. Pola kedua, yang menarik untuk disimak juga yaitu dilihat dari peta negara-negara Timur Tengah. Disana banyak terdapat negara kaya minyak, dengan tingkat pendapatan mendekati negara-negara terkaya di dunia. Tapi anehnya kalau harga minyak jatuh, mereka akan dengan cepat terpuruk ke urutan terendah. Tanpa minyak, semua negara Timur Tengah tergolong sebagai negara miskin. Pada bagian buku ini juga terdapat beberapa hipotesis tentang asal-muasal kemiskinan dan kemakmuran yang diajukan para ilmuwan itu tidak terbukti dan gagal menjelaskan apa yang tergambar pada peta distribusi kemakmuran di berbagai negara di dunia.
Hipotesis Geografi
Dalam hipotesis geografi ini menyatakan bahwa jurang pemisah negara terkaya dan termiskin di dunia tercipta oleh perbedaan kondisi dan lokasi geografis. Akhir abad ke-18 filsuf besar Prancis yaitu Montesquieu mengatakan bahwa masyarakat yang hidup di iklim tropis cenderung pemalas dan enggan memakai otaknya untuk belajar. Akibatnya mereka enggan bekerja keras dan berinovasi, dan itulah yang menyebabkan mereka miskin. Namun hipotesis geografi ini gagal menjelaskan timbulnya perbedaan antara Korea Utara dengan Selatan atau antara Jerman Barat dengan Timur. Sejarah sudah menunjukkan bahwa korelasi sederhana antara iklim atau letak geografis dengan kemakmuran tidak bisa dijadikan landasan teori yang solid. Menurut Jared Diamond dalam tesisnya menyatakan bahwa perbedaan aneka spesies hewan dan tumbuhan juga mempengaruhi intensitas masyarakat dalam bertani, yang akan mempengaruhi laju perkembangan teknologi dan taraf hidup dimuka bumi. Namun tesis Diamond ini tidak bisa memberikan pencerahan mengapa teknologi canggih tidak menyebar secara merata dan menciptakan kesetaraan pendapatan diseluruh dunia, dan sama sekali tidak mencantumkan argumen penting mengenai kesenjangan yang terjadi pada zaman modern secara umum dipicu oleh penyebaran teknologi yang tidak merata. Hipotesis geografi bukan saja gagal menjelaskan penyebab timbulnya kesenjangan di berbagai belahan dunia, namun juga tak mampu mengungkap musabab mengapa banyak negeri seperti Jepang dan China bisa begitu lama “tertidur” sebelum akhirnya bangkit dan mencapai tingkat pertumbuhan yang fenomenal.

Hipotesis Kebudayaan
Hipotesis kebudayaan ini tidak lagi bertumpu pada landasan agama, melainkan pada serangkaian keyakinan, tata nilai, dan etika lainnya. Ada jawaban “ya” dan “tidak” untuk menjawab apakah hipotesis kebudayaan bisa dipakai untuk memahami fenomena kesenjangan ekonomi dunia. Jawaban “ya” menjelaskan bahwa norma sosial yang berkaitan dengan kebudayaan memang penting dan sulit diubah, dan terkadang menjadi penyebab timbulnya perbedaan pada berbagai institusi kemasyarakatan. Jawaban “tidak”, karena aspek-aspek kebudayaan yang kerap kali sangat ditonjolkan agama, etos atau semangat kebangsaan, tidak terlalu penting untuk menjelaskan mengapa kesenjangan antarnegara bisa terjadi dan sulit diatasi. Masalah-masalah kultural yang krusial itu tidak terkait dengan agama, melainkan dengan “budaya bangsa” tertentu. Ada varian dari hipotesis kebudayaan, bukan budaya Inggris versus non Inggris, melainkan budaya Eropa versus non Eropa. Tak beda dengan hipotesis geografi, hipotesis kebudayaan juga gagal menjelaskan aspek-aspek lain dari peta distribusi kemakmuran negara dunia di masa kini. Tentu banyak perbedaan keyakinan, sikap budaya, dan tata nilai antara Amerika Serikat dengan Amerika Latin, atau Korea Utara dengan Selatan, semua perbedaan itu timbul dari konsekuensi dari keberadaan berbagai institusi politik ekonomi dan sejarahnya.

Hipotesis Kebodohan
Hipotesis kebodohan menegaskan bahwa kesenjangan itu ada karena para penguasa tidak tahu cara memakmurkan bangsanya yang melarat. Hipotesis kebodohan mengatakan negara-negara miskin  adalah korban kondisi gagal pasar karena para ekonom dan pembuat kebijakan tidak tahu cara mengatasi kondisi tersebut dan mengambil arah kebijakan yang salah di masa lalu. Hipotesis kebodohan berbeda dari dua hipotesis terdahulu, sebab teori ini langsung menyodorkan “solusi” untuk mengatasi problem kemiskinan : jika kemiskinan ini adalah akibat dari kebodohan, maka penguasa atau pengambil keputusan yang cerdas dan insaf pasti dapat mengentaskan kita dari keterpurukan. Meskipun hipotesiis kebodohan diandalkan sebagian besar ekonom dan kalangan pembuat keputusan di Barat yang dengan gigih selalu mengutamakan rekayasa kemakmuran terbukti sudah bahwa hipotesis ini gagal. Teori tersebut tidak bisa menjelaskan asal muasal timbulnya kemakmuran di berbagai negara maupun peta distribusi kemakmuran.
Kesimpulan pada bagian dua ini yaitu adanya peta atau pembagian distribusi kemakmuran dunia, dimana kawasan Amerika Serikat dan Inggris menjadi kelompok negara terkaya sedangkan untuk kawasan sub-sahara Afrika menjadi kelompok negara termiskin. Kemudian terdapat tiga hipotesis tentang asal muasal kemiskinan dan kemakmuran, namun ketiga hipotesis ini tidak terbukti semua dan gagal untuk menjelaskan asal-usul kemakmuran suatu negara. Usaha untuk mewujudkan kemakmuran bagi segenap bangsa tergantung pada penyelesaian berbagai masalah politik yang mendasar. Untuk menjabarkan ihwal ketimpangan antara negara kaya dan miskin didunia, ilmu ekonomi harus didukung oleh pemahaman tentang berbagai jenis kebijakan dan pranata sosial yang mempengaruhi insentif ekonomi dan perilaku manusia, juga pengetahuan tentang politik. Biasanya para ekonom mengabaikan faktor politik, padahal pemahaman tentang politik sangat penting untuk menjelaskan kesenjangan ekonomi dunia. Sehingga ilmu ekonomi dan politik ini tidak bisa dipisahkan dalam menyelesaikan permasalahan negara, terutama permasalahan kemakmuran atau ketimpangan di suatu negara.





BAB 3
PROSES TERJADINYA KEMAKMURAN DAN KEMISKINAN
Oleh:
 Auly Fikry (14030117410010)

Perbedaan tingkat kemakmuran antar negara disebabkan oleh perbedaan institusi ekonomi yang ada berikut dengan tata hukum atau perundangan yang mepengaruhi mekanisme ekonomi dan insentif yang tersedia bagi segenap rakyatnya. Ada dua institusi ekonomi yang diperkenalkan oleh buku mengapa negara gagal ini. Institusi yang pertama adalah institusi inklusif, institusi ini tumbuh subur di negara-negara seperti Amerika dan Korea Selatan, dimana warga negara dibebaskan untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekonomi yang memaksimalkan talenda dan kemampuan warga negaranya, sekaligus membebaskan mereka dalam menentukan pilihannya. Institusi ekonomi yang inklusif harus menjamin kepemilikan aset baik bagi swasta ataupun perorangan, yang juga ditunjang oleh pelayanan publik yang memberikan semacam ajang persaingan yang adil bagi semua pihak untuk berniaga dan bermitra, membuka kesempatan bagi warga untuk menentukan sendiri jalur karier nya.
Institusi ekonomi yang bertolak belakang dengan inklusif tersebut dinamakan ekstratif. Dalam institusi yang satu ini sangat lah berbeda dengan inklusif, bahkan dapat dikatakan ini merupakan musuhnya institusi ekonomi inklusif. Karena lembaga tersebut cenderung memeras, menyadap, dan mengeruk pendapatan serta kekayaan salah satu lapisan masyarakat demi memperkaya lapisan-lapisan lain yang berkuasa.
Jika ingin memberikan contoh negara yang menganut sistem inklusif maka buku ini mencerikatan korea. Sangat menarik karena Korea seperti yang kita ketahui bersama terpecah menjadi du bagian yakni Utara dan Selatan. Kedua negara ini semenjak berpisah juga menerapkan sistem ekonomi yang sangat berseberangan, dan menariknya jika kita melihat di masa sekarang masyarakat yang ada di Korea Selatan bisa dikatakan lebih makmur dan sejahtera hidupnya dibandingkan dengan Korea Utara. Bagaimana tidak menjelang dasawarsa pada tahun 1990an saja , dimana hanya dalam rentang waktu setengah abad, kondisi timpang tindih antara Korsel dan Korut begitu terlihat. Ekonomi Korut yang bisa dikatakan kurang baik menyebabkan jutaan orang kelaparan dan hal ini sangat kontras dengan Korsel . Rakyat Korea selatan yang sangat bebas menentukan akan menjadi apa kedepannya, memiliki motivasi yang kuat dimana mereka sendirilah yang menentukan akan seperti apa mereka nantinya. Berbanding terbalik dengan Korut, warga negaranya tidak bisa memiliki kebebasan seperti warga negara Korsel, mereka selalu diawasi dan diperhatikan gerak geriknya, ditentukan akan menjadi apa di masa depan dimana kaum pria mayoritas akan menjadi tentara pembela negara katanya. Masyarakat Korut hidup dalam kondisi yang sangat tertekan dan mereka hanya bisa pasrah terhadap penguasa mereka .
Kemajuan suatu bangsa khususnya dalam bidang ekonomi tidak bisa dilepaskan dari pendidikan,keterampilan, kompetensi, dan kemampuan teknis angkatan kerja yang semua itu bisa diraih di sekolah, rumah, ataupun tempat bekerja.  Terbukti negara yang membebaskan warga negara nya ingin bekerja sebagai apa nantinya mampu melahirkan orang-orang yang sangat hebat bahkan mampu menciptakan sejarah yang baik. Sebut saja salah satunya Thomas Alfa Edison, yang mampu menciptakan suatu pengetahuan baru dan mampu menjadikan nya bisnis yang menguntungkan. Contoh lainnya ada di kedua negara yang telah disebutkan sebelumnya, dapat terlihat sekarang Korea Selatan mempunyai perusahaan besar seperti Samsung dan Hyundai sedangkan Korea Utara belum lah memilki perusahaan yang dapat dikatakan setara .
Perbedaan mendasar Ekstraktif dengan Inklusif sebenarnya sederhana saja, jika yang satu tidak membebaskan rakyat nya dalam memilih dan memiliki sesuatu di negaranya, sedangkan Inklusif memberikan kebebasan bagi warganya dalam berusaha ataupun berkarir, pihak swasta dan perorangan begitu didukung. Tetapi negara yang menganut sistem Inklusif ini harus lah mampu membagi kekuasaannya secara merata dan segenap elemen masyarakat bisa ikut mengontrolnya, ini dimaksud dengan institusi yang bersifat beragam. Ada keterkaitan erat antara keberagaman dengan berbagai institusi ekonomi yang inklusif. Namun faktor penentu utama yang menyebabkan negara seperti Amerika dan Korea Selatan mampu membangun ekonomi inklusif bukan hanya dengan politiknya yang beragam, tetapi juga dengan pemerintah yang terpusat dan kuat. Ekonomi inklusif hanya bisa dibangun diatas pondasi yang terlebih dahulu diletakkan oleh institusi politik inklusif, yang membagi kekuasaan secara merata ke seluruh strata masyarakat dan tidak menjalankan kekuasannya secara semena-mena
Mengutip dari perkataan Max Weber bahwa negara yang tidak bisa memonopoli dan jelas sentralisasinya, tidak akan bisa menjalankan perannya sebagai penegak hukum dan penjaga ketertiban, apalagi melaksanakan pelayanan umum yang mendorong roda perekonomian. Jika negara sudah gagal memperoleh sentralisasi politik, cepat atau lambat masyarakat akan terjebak dalam anarki.
Walaupun sebenarnya setiap hal ada dampak positif dan negatifnya, namun dapat dirasakan bahwa manusia memilki keinginan nya sendiri, alangkah tidak baiknya jika negara membatasi hal seperti pekerjaan dan memiliki lahan nya sendiri. Mengapa hal ini bisa terjadi, namun penguasa atau kelompok elite yang telah berkuasa penuh sebelumnya menyadari benar bahwa jika perusahaan baru dibiarkan berkembang maka hal itu akan menjadi ancaman bagi kaum elite sendiri, oleh karena nya mereka mencoba membatasi hal itu dikarenakan ketakutan akan kehilangan kekuasaan yang dipegangnya.
Ada satu hikmah yang dapat dipetik, bahwa kelompok-kelompok yang berkuasa acap kali menjadi penghambat kemajuan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipandang sebagai proses peningkatan kualitas dan jumlah nya saja, namun bisa juga dianggap sebagai proses transformatif yang menggoyahkan struktur kekuasaan dan meluasnya penghancuran kreatif yang mengancam kelompok elite. Pertumbuhan ekonomi hanya bisa berlanjut jika tidak dihambat oleh para elite yang khawatir akan kehilangan sejumlah hak istimewanya, serta penguasa yang cemas kekuasannyaakan terkikis.




BAB 4
BEBERAPA PERBEDAAN KECIL DAN EPISODE SEJARAH
YANG SANGAT MENENTUKAN WAJAH DUNIA.
PETAKA YANG MENGUBAH WAJAH DUNIA
Oleh:
Sulistio Diliwanto Binsasi (14030117410015)
M. Imanuddin Kandias Saraan (14030117410017)

Black Death atau disebut juga kematian hitam merupakan wabah penyakit  Pes yang merupakan satu-satunya bencana terburuk yang menghantam umat manusia. Black Death adalah suatu pandemi hebat yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abab ke 14 (1347-1351), dengan cepat virus itu menerpa bagai badai taufan dimana terus memakan koraban jiwa, upaya pengobatan terus dilakukan tetapi tidak membuahkan hasil jika terjangkit maka sama saja menerika SK kematian. Pada tahun 1348 wabah pes menyereang inggris dan banyak memakan korban jiwa sehingga Raja edward III memerintahkan Uskup Canterbury menggelar doa bersama untuk meminta agar bencana ini cepat berlalu.
Abab ke 14 benua eropa dikuasai oleh kaum feodal, organisasi ini merupakan hubungan hirarkis antara raja dan tokoh-tokoh bangsawan dan petani atau penggarap lahan berada pada tingkatan struktur paling terendah yang sangat merugikan petani dimana semua hak haknya diatur oleh pemegang kuasa sangat tidak adil kondisi saat itu. Dampak wabah pes di salah satu segi sebagai awal sebuah perubahan yang datang dari lingkungan dalam hal ini Alam, para pekerja atau petani mulai bangkit dan menuntut perubahan karena dampak dari wabah pes yaitu terjadi kelangkahan tenaga kerja  hal ini sangat ,menggoyahkan sistem feodalisme.
Pemerintah inggris pada tahun 1351 mengeluarkan statuta  untuk menghentikan gelombang tuntutan kaum petani yang berkaitan dengan upah pekerja, statuta tersebut mematok besaran upah sama seperti sebelum menyerangnya wabah pes tersebut. Pada tahun 1381 terjadi revolusi petani dan para pemberontak yang di pimpin Wat Tyler meski pemerintah inggris mampu menumpas pemberontakan tersebut namun revolusi tersebut tetap menghalangi pemerintah inggris untuk tetap menjalankan statuta pekerja tersebut  dan secara beranggsur sistem feodalisme pun hilang. Wabah pes merupakan contoh nyata dari sebuah episode sejarah yang menetukan, dan merangsang institusi-institusi sosial untuk merangsang dan tumbuhnya situasi yang lebih insklusif yang dapat mengubah sistem politik dan ekonomi dan membawa inggris pada revolusi industri.
Revolusi industri di inggris mulai berkembang di bandingkin di negara eropa lainnya seperti Prancis dan spanyol dan sistem politik inggris sudah bersifat ke arah yang pluralisme, perbedaan  sejarah bangsa inggris, spanyol dan prancis pada abab ke 17 menunjukan kuatnya korelasi antara perbedaan momentum sejarah yang kritis. Dimana pada moment tersebut menggoyahkan sistem politik dan ekonomi suatu negara.  Disini kita bisa melihat bahwa perkembangan ekonomi suatu negara berbeda beda ada yang berkembang karena sebuah evolusi institusional dan merupakan reaksi reaksi dan tuntutan rakyat dan perkembangan ekonomi sesuai proses evolusi sistem politik yang sudah ada.
Negara-negara eropa barat yang memiliki institusi-institusi yang bersifat pluralistik ketika revolusi ekonomi berkembang di inggris, dan dampak tersebut pada prancis sehingga terjadi revolusi prancis sebagaimana mendorong dan menetukan eropa barat untuk bangkit mengikuti jejak kejayaan inggris, hal ini kemudian terus menular mulai dari negara bekas jajahan  inggris ada yang sistem politik dan ekonomi membaik dan maju pasca penjajahan namun ada yang tetap pada situasi semula bahkan ada negara pasca penjajahan tersebut gagal.
Kegagalan negara tersebut bukan tidak mampu mewarisi sistem ekonomi politik dari negara yang pernah menjajah negara tersebut. Kesamaan prinsip-prinsip suatu negara tidak jauh berbeda dengan negara lain tetapi mengapa hasilnya masih ada negara yang gagal. Ada beberapa faktor yang menurut saya dapat mempengaruhi negara tersebut untuk stagnan dan bahkan runtuhnya suatu negara diantaranya 1). Budaya atau kultur setiap bangsa selalu berbeda sehingga mempengaruhi cara berpikir, dan perilaku untuk berubah, 2). Kebodohan yaitu mendasarkan pada kesalahan kebijakan yang diambil oleh pemimpin negara negara tersebut,  3). Sistem ekonomi yang ekstratif dimana berkaitan dengan upah bagi pekerja yang di jalankan oleh sekelompok elit yang mana menguras sumber daya manusia untuk kepentikan pribadi dan menyisahkan sedikit untuk kepentingan rakyat, 4). Sistem politik yang ekstratif yang  menjadi racun dimana selalu mendukung dengan meneguhkan kekuasaan absolut para elit.



BAB 5
“AKU SUDAH MELIHAT MASA DEPAN YANG TERBUKTI NYATA” : PERTUMBUHAN EKONOMI DI BAWAH BAYANG-BAYANG INTITUSI EKSTRAKTIF
Oleh:
Muchamad Samsudin (14030117410005)
Ungkapan tersebut muncul pada masa ketika perang dunia I usai dari seorang jurnalis kawakan yaitu Lincoln Steffens. Hal ini ia kemukakan sekembalinya dari misi diplomatik dari Negara Uni Soviet yang baru saja berdiri. Dalam autobiografi yang ditulis Steffens pada tahun 1931, ia menyebutkan bahwa Negara Rusia Soviet adalah sebuah rezim hasil revolusi dengan rencana pembangunan yang revolusioner. Dikatakan bahwa rezim tersebut telah berhasil menegakkan sebuah sistem pemerintahan yang diktator, yang didukung oleh satu kelompok minoritas yang terlatih, yang dalam beberapa generasi ke depan akan terus mengupayakan reformasi ekonomi secara ilmiah dan lebih mengutamakan demokrasi ekonomi ketimbang politik. Keberhasilan dalam hal pertumbuhan ekonomi inilah yang disebut oleh Steffens adalah masa depan. Karena pada saat itu dia melihat keberhasilan ekonomi Uni Soviet di bawah bayang bayang institusi ekstraktif.
Fakta saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar negara dikuasai oleh perangkat institusi politik ekonomi yang ekstraktif, namun pertumbuhan ekonomi di beberapa negara tersebut mengalami peningkatan yang pesat. Hal ini tidak menjamin adanya kelanggengan akan kemajuan tersebut, karena pada saat yang sama dalam institusi ekstraktif kemakmuran tersebut mereka kuras untuk dibagikan kepada segelintir kelompok elite penguasa. Potensi pesatnya perkembangan ekonomi ekstraktif tersebut mendorong para penguasa atau negara mengupayakan sentralisasi politik yang nanti ujungnya pada praktik penindasan rakyat demi kemakmuran sekelompok elite penguasa.
Pertumbuhan ekonomi yang diciptakan oleh institusi-institusi ekstraktif sangat berbeda dengan pertumbuhan yang dihasilkan melalui perangkat institusi insklusif. Perbedaan yang paling mendasar ialah pertumbuhan tersebut sulit untuk dipertahankan dalam jangka panjang. Institusi ekstraktif ini menghalangi proses penghancuran kreatif dan tidak bisa melahirkan terobosan teknologi secara maksimal. Negara Uni Soviet merupakan contoh nyata dalam hal ini. Mereka bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang fantastis ketika pemerintahannya bisa mengejar ketertinggalan teknologi dari negara-negara lain, kemudian merelokasi aset dan sumber daya dari sektor pertanian yang belum dikelola secara maksimal untuk menumbuhkan sektor industri. Namun akhirnya strategi itu gagal merangsang kemajuan teknologi. Inovasi teknologi hanya tampak di beberapa bidang yang mendapatkan gelontoran sumber daya secara maksimal, dan sosok-sosok inovatornya mendapat ganjaran dari pemerintah semata-mata karena hasil karya mereka membuat negara itu terkesan bisa menyaingi bangsa Barat. Pertumbuhan ekonomi Uni Soviet yang bak meteor itu mencapai batas akhirnya, dan benar-benar berhenti menjelang tahun 1970-an.
Ketiadaannya penghancuran kreatif dan kurangnya inovasi teknologi bukan satu-satunya hambatan yang membelit pertumbuhan ekonomi dalam bayang-bayang institusi ekstraktif. Ketika institusi ekstraktif berhasil menciptakan kemakmuran yang signifikan bagi kaum elite penguasa, sangat logis jika banyak pihak lain yang berkeinginan merebut kekuasaan kaum elite tersebut. Friksi internal, perang saudara, dan instabilitas politik telah menjadi ciri khas dalam institusi ekstraktif. Pada gilirannya, mereka bukan hanya meningkatkan inefisiensi tetapi juga melemahkan sendi-sendi kekuasaan, bahkan tak jarang menjerumuskan negara ke dalam kekacauan dan rusaknya tatanan hukum serta ketertiban.
Meskipun terbatas dan sulit dipertahankan, pertumbuhan ekonomi dalam lingkup institusi ekstraktif memang bisa mencengangkan banyak orang manakala mesin ekonomi itu masih berjalan. Banyak orang Uni Soviet maupun negara-negara Barat yang tersentak ketika menyaksikan rekor pertumbuhan ekonomi Uni Soviet pada tahun-tahun 1920, 30, 40, 50 dan 60-an, bahkan sampai dekade 1970-an, tidak jauh berbeda dengan kita yang terkagum-kagum pada prestasi ekonomi China dewasa ini. China yang masih dikuasai Partai Komunis merupakan contoh mutakhir dari sebuah masyarakat yang meraih pertumbuhan ekonomi di bawah bayang-bayang institusi ekstraktif, dan sulit diharapkan untuk bisa mempertahankan rekor pertumbuhan tersebut jika tidak mengupayakan transformasi fundamental untuk membangun institusi politik-ekonomi yang inklusif.






BAB 6
BENUA EROPA YANG TERBELAH
Oleh:
Natalia K. Dewi (14030117410001)
 Melly Anggraeni (14030117410016)

Bagaimana Venesia Berubah Menjadi Museum Sejarah
Salah satu faktor pendukung pertumbuhan ekonomi Venesia adalah serangkaian inovasi dibidang kontrak perniagaan yang membuat institusi-institusi ekonomi dinegara itu semakin inklusif. Seperti commenda yaitu merupakan cikal bakal perusahaan dengan kepemilikan saham secara gabungan, dan durasinya sangat singkat. Iklim perekonomian yang inklusif disertai munculnya dinasti-dinasti saudagar kaya membuat sistem politik di Venesia menjadi kian terbuka. Berbagai Inovasi politik yang terjadi setelah ekspansi ekonomi :
  1. Dibentuknya Dewan Besar (Great Council) yang merupakan sumber kekuatan politik terbesar di Venesia. Dewan Besar itu memilih para anggota yang akan duduk dikursi dua lembaga bawahannya, yaitu Senat dan Dewan Empat Puluh yang menjalankan berbagai tugas legeslatif dan eksekutif.
  2. Pembentukkan satu lembaga lain yang bertugas mencalonkan atau menominasikan seorang doge.
  3. Ketentuan yang mengharuskan penguasa baru mengucapkan sumpah jabatan yang pon-poinnya ditetapkan oleh Dewan Dukal.
Awal keruntuhan Venesia dimulai dengan dikeluarkannya peraturan baru yang sungguh ganjil sampai diterbitkannya Libro d’Oro alias Kitab Emas yaitu buku besar tentang daftar resmi kaum bangsawan Venesia.
Pahlawan-Pahlawan Rakyat Roma
Republik Romawi berjaya sejak pemerintahan Tiberius Gracchus. Pada masa ini rakyat Roma mendapatkan haknya untuk menunjuk wakilnya serta mengusulkan berbagai perundangan yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Perdagangan dikawasan Mediterania berkembang pesat pada masa pemerintahan Republik. Pertumbuhan ekonomi juga berkembang cepat dibuktikan dengan penemuan dari arkeologis. Pada tahun 133 SM Tiberius Gracchus mencalonkan diri menjadi hakim yang mewakili kepentingan rakyat setelah melihat ketimpangan yang terjadi di keluarga prajurit dengan membentuk komisi yang akan meyelidiki kasus penguasaaan tanah secara ilegal. Pada tahun 44 SM Julius Caesar meraih kemenangan dengan menduduki Roma. Pada tahun 31 SM Octavian (Augustus Caesar) berhasil sebagai pemenang dalam perang dengan Mark Anthony, dan berhasil menguasai Roma selam 45 tahun. Rezimnya dikenal dengan Principate. Rangkaian transisi dari pemerintahan republik menjadi principate yang akhirnya menjadi imperium totalier itulah yang menjerumuskan pemerintahan Roma dari kejayaannya.
Memasuki Awal Abad Ke-5
Keberhasilan bangsa Goth, Hun dan Vandal dalam menyudutkan kekaisaran Romawi itu hanyalah gejala dan bukan penyebab runtuhnya kekaisaran Romawi.
Riwayat pudarnya pamor Imperium Romawi bisa mulai dirunut dari tindakan makar Octavian atau Oktavianus (Augustus Caesar) yang melucuti takhta Marc Anthony dan menimbulkan serangkaian perubahan yang membuat berbagai institusi politik kekaisaran Romawi menjadi kian ekstraktif. Gelombang perubahan itu melantak dan merambah ke berbagai bidang : merubah struktur organisasi angkatan perang menjadi lebih kaku dan tidak lagi memberi ruang bagi prajurit untuk melakukan pemogokan atau unjuk rasa.
Kembali ke penelitian bangkai kapal dan lapisan es di Greenland di awal bab ini, selain bisa digunakan untuk membuktikan pertumbuhan ekonomi bangsa Romawi, ternyata puing-puing kapal karam dan lapisan debu atmosfer yang mengendap di bongkahan es abadi di Greenland juga bisa dimanfaatkan untuk melacak bukti-bukti kebangkrutannya.
Dari masa kekaisaran Romawi juga ada bukti-bukti yang mengarah pada ketakutan politik pihak penguasa terhadap terjadinya penghancuran kreatif. Karena jika Kaisar Vespasianus yang berkuasa di Romawi dari Tahun 69 hingga 79 Masehi gagal menyenangkan hati rakyat dan menjaga supaya mereka tetap jinak, resikonya destabilisasi politik. Rakyat jelata Romawi dibuat sibuk dan patuh, dan siasat paling jitu adalah memberi mereka pekerjaan. Sehingga kaisar ini menampik usulan yang brilian dan kreatif karena dampak politiknya dikemudian hari.
Faktor lain yang menghambat laju teknologi inovasi adalah maraknya praktik perbudakan, di Roma lapisan msyarakat yang produktif adalah para budak atau pengolah lahan pertanian berstatus semi budak (coloni) yang tidak akan mendapat insentif jika mereka berinovasi, sebab para majikanlah yang akan memanen berkah dari inovasi itu. Seperti ulasan berkali-kali di buku ini, bahwa Perekonomian yang digerakkan oleh sistem perbudakan tidak akan pernah menghasilkan inovasi.
Tak Ada Lagi Surat Dari Vindolanda
Surat menyurat antara Candidus : centurion Romawi yang ditempatkan di benteng Vindolanda dan Oktavianus : rekan sesama centurion, memberikan gambaran tentang kemakmuran negeri Inggris pada zaman penjajahan Romawi. Isi surat itu menunjukkan : adanya aktivitas perekonomian yang melibatkan lembaga-lembaga keuangan yang cukup maju pada zamannya, adanya prasarana berupa jalan raya, adanya sitem fiskal yang melakukan potongan pajak atas upah Candidius dan lebih jelas menunjukkan adanya tradisi baca tulis dan bisa mengakses layanan jasa pos yang sudah lama.
Menjelang abad ke-4 kejayaan bangsa Romawi mulai merosot dan selepas tahun 411 kekaisaran Romawi melepaskan cengkeramannya atas Bangsa Inggris. Mendekati tahun 450 Masehi tidak tampak lagi tanda-tanda kedigdayaan ekonomi Imperium Romawi dan mulai saat itu tidak ada lagi orang yang menulis surat dari Vindolanda. Dan sejak tahun 450 Masehi, diambang zaman kegelpan, Inggris terjerumus ke jurang kemiskinan dan kemelut politik berkepanjangan. Selama beratus-ratus tahun bangsa itu tidak memiliki pemerintahan yang kuat dan terpusat.
Di Persimpangan Sejarah
Jatuhnya kekaisaran Romawi Barat menimbulkan dampak yang tidak bisa dipandang sebelah mata, sebab runtuhnya dominasi Roma jelas sangat berpengaruh terhadap sebagian besar daratan eropa. Berbagai rentetan peristiwa sejarah telah mengguncang daratan Eropa dan membuka jalan bagi munculnya sebuah tatanan masyarakat yang lazim disebut kaum feodal.
Momentum sejarah yang memicu tumbuhnya feodalisme memang sangat unik, namun kejadian itu bukan hanya menimpa daratan Eropa. Kasus serupa juga terjadi di negara Ethiopia yang berasal dari Kerajaan Aksum. Ketika Imperium Romawi tumbang, Kerajaan Aksum juga mengalami nasib yang sama bahkan proses kejatuhannya memiliki pola yang sama persis dengan yang terjadi di Imperium Romawi Barat.
Berbagai Konsekuensi dari Pertumbuhan Abortif
Sejarah peradaban bangsa Romawi yang hebat, ternyata bukan faktor atau warisan kejayaan mereka yang memicu tumbuh kembangnya institusi inklusif di Inggris yang berujung pada Revolusi Industri. Iklim perekonomian inklusif yang diwariskan oleh peradaban Roma di seluruh kawasan Eropa tidak serta merta melahirkan institusi inklusif pada abad-abad setelah keruntuhannya.Kebangkitan institusi inklusif justru terjadi di Inggris. Sejarah memainkan peranannya, melalui evolusi institusi yang menciptakan berbagai perbedaan watak institusi menjadi besar dampaknya ketika berbedaan tersebut bersinergi dengan momentum sejarah yang menentukan.
Memasuki  abad ke-16, secara institusional negara-negara Eropa jauh berbeda dari para tetangga mereka di kawasan sub-Sahara atau beberapa wilayah Amerika. Meski prestasi ekonominya tidak spektakuler seperti India atau China, bangsa-bangsa Eropa memiliki perbedaan institusional yang sangat mendasar. Institusi kemasyarakatan bangsa Eropa memberi saluran aspirasi dan keterwakilan pada rakyat. Perbedaan seperti itulah yang memainkan peranan dalam perkembangan perangkat institusi politik-ekonomi yang inklusif.



BAB 7
TITIK BALIK SEJARAH YANG MENENTUKAN
Oleh :
Ari Susanto (14030117410019)
Cahyo Bagus Puji Widodo (14030117410018)

INOVASI TEKNOLOGI YANG MENGANCAM KEKUASAAN
Wiliam lee memiliki obsesi untuk membuat mesin rajut yang membuat efektif dan efisien sebuah pekerjaan dan diajukan kepada penguasa untuk diberi hak paten tetapi mesin yang ditemukan ditolak oleh penguasa inggris dengan alasan akan menciptakan pengangguran akibat adanya mesin tersebut. Penguasa tertinggi kerajaan inggris khawatir bahwa otomatisasi produksi kain rajutan bakal menggoyang stabilitas politik pemerintahannya, selain akan menciptakan pengangguran hal itu juga akan mengancam tahta kerajaan.
Alasan yang paling mendasar dari penolakan inovasi teknologi tersebut adalah kecemasan para penguasa terhadap karir politiknya, mereka takut kalau jutaan perajut manual yang berubah menjadi pengangguran akan menyulut kerusuhan yang akan berujung pada gonjang-ganjing politik dan berbalik mengacam kekuasaan mereka.
Dalam hal ini masyarakat membutuhkan kehadiran berbagai sosok pembaru yang menawarkan inovasi paling radikal sebagai akibatnya para pembaharuan yang berpotensi menimbulkan penghancuran kreatif itu kerap dihadapkan pada berbagai kendala.

KONFLIK POLITIK YANG TIDAK BERKESUDAHAN

Latar belakang dari konflik politik yang terjadi adalah perebutan kekuasaan. Sejarah bangsa inggris adanya konflik antara morakhi dengan rakyatnya tapi dalam hal ini, konflik-konflik itu tidak melulu dimenangkan oleh para pemegang kekuasaan, seperti pada tahun 1215, para baron bersekutu melawan Raja John dan memaksanya untuk mematuhi seluruh butir - butir dalam piagam besar magna carta. Apabila Raja mangkir dan lalai pada kewajibannya maka baron berhak merampas kastil, tanah dan harta benda kerajaan sampai Raja melakukan perbaikan tindakan yang telah ditentukan.
Kekuasaan monarkhi semakin diberangus melalui lembaga parlemen meskipun parlemen Inggris pada masa itu berisi kelompok elit politik dan bangsawan, parlemen inggris tidak hanya mewakili kelompok elite yang loyal kepada Raja namun juga menyuarakan aspirasi berbagai kelompok kepentingan termasuk para bangsawan kecil, menengah dan mewakili para petani.  Dengan kondisi tersebut, para anggota parlemen menghadang berbagai upaya Raja untuk memperbesar kekuasaan sehingga dalam perkembangannya parlemen tersebut menjadi basis pertahanan bagi pihak yang berseberangan dengan kerajaan selama perang saudara yang berlanjut ke revolusi besar inggris.
Pada tahun 1530, Perdana Menteri cromwell memperkenalkan model pemerintahan birokratis. Pemerintahan itu bukan lagi kepanjangan dari kepentingan keluarga kerajaan namun sudah menjadi seperangkat institusi tersendiri yang memiliki berbagai kewenangan. Proses ini mencapai titik kulminasi dengan keputusan Raja Hendri VIII yang memutuskan hubungan dengan gereja katolik roma dan merampas semua tanah yang dikuasai gereja. Siasat melolosi kekuasaan politik gereja merupakan cara efektif dalam memantapkan sentralisasi kekuasaan monarkhi. Proses sentralisasi kekuasaan ini beresiko melahirkan kekuasaan absolut. Kekhawatiran inilah yang mendorong berbagai gerakan menentang sentralisasi kekuasaan.

TUMBANGNYA KEKUASAAN ABSOLUTE MONARKHI

Deklarasi raja willam yang disempurnakan oleh parlemen inggris menjadi sebuah dokumen yang disebut “declaration of right” yang didalamnya diatur masalah tata cara dan tata tertib suksesi kekuasaan yang meretas tradisi lama. “Declaration of right” disitu menegaskan bahwa raja tidak boleh menganulir keputusan hukum dan raja tidak membenarkan adanya menarik pajak tanpa persetujuan parlemen. Secara keseluruhan berbagai perubahan itu membuktikan kemenangan parlemen atas monarkhi sekaligus menandai berakhirnya praktik pemerintahan absolute di inggris.

MENGAPA REVOLUSI INDUSTRI HARUS TERJADI DI INGGRIS?
            Penyebab yang mendorong terjadinya industri di bumi inggris ialah keberadaan perangkat institusi insklusif. Dampak dari revolusi itulah yang memulihkan dan menjunjung tinggi pengakuan serta perlindungan hukum atas hak kekayaan rakyat, meningkatkan jasa pasar keuangan, menggusur praktik monopoli perdagangan dalam negeri oleh nengara serta merobohkan berbagai kebijakan curang
BAB 8
JANGAN GANGGU DAERAH KEKUASAAN KAMI :
BERBAGAI KENDALA YANG MENGHAMBAT KEMJAUAN
Oleh:
Amalina (14030117410011)
Tissa Silvia (14030117410002)

Hikayat Penguasa Yang Mengharamkan Teknologi Cetak Pers
Tahun 14445, dikota Mainz, Jerman sebelumnya sebuah inovasi tercipta yaitu, sudah adanya alat cetak pers yang bisa dibongkar pasang. Dengan penemuan ini semua berubah, buku – buku diperbanyak dan dengan penemuan ini juga mungkin sedikit tidak dapat menolong mayarakat dunia akan buta aksara. Kemudian bermunculan percetakan-percetakan pers di Eropa Barat. 
Namun inovasi akan teknologi cetak tidak semua menyambut antusias, pada masa Pemerintahan Sultan Bayezid II Kekaisaran Ottoman ruang gerak usaha percetakan tidak bebas. Tidak sedikit perusahaan gulung tikar akan dekrit yang ada, ini merupakan dampak jelas akan pemasungan terhadap teknik cetak pers. Watak institusi Politik Ottoman yang begitu ekstraktif mengharuskan kita memaklumi hal tersebut..
Revolusi industri mendatangkan momuntem sejarah, absolutisme bukan satu-satunya tipe instituis politik yang menghambat industrialisasi. Absolutisme dan sentralisasi politik merupakan kedua penghalang utama bagi industrialisasi. Jadi bisa dikatan, mungkin saja banyak negara gagal akan momentum datangnya revolusi Industri karena terlalu dikuasai oleh institusi politik absolutis yang bermain dengan Industri kreatif.
Perbedaan Kecil Yang Menentukan Nasib Dua Bangsa
Dua bangsa, yaitu anatra inggris dan Spanyol. Ketika Inggris runtuh karena Pemerintahan yang absolut Eropa tetap masih mempertahankan model Pemerintahan yang absolut tersebut. Spanyol memang menjadi salah satu negara makmur di daratn eropa, namun setelah kerajaan berhasil mengonsolidasikan kekuasaan absolutnya Eropa pun mengalami keruntuhan dan kebangkrutan pada tahun 1600. Di spanyol tidak pernah ada proses politik yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan reformasi institusi. Kemunculan berbagai institusi ekonomi ekstratif di spanyol itu merupakan akibat dari konstruksi kekuasaan absolut evolusi instirusi politik yang salah kaprah. Rontokny kekuasaan absolut di Inggris pada tahun 1688 bukan hanya menumbuh kembangkan berbagai isntitusi politik yang bersifat pluralistis, tetapi juga menciptakan iklim yang kondusif bagi sentralisasi kekuasaan Pemerintah.
Akibat yang ditimbulkan oleh maraknya isntitusi politik-ekonomi ekstratif di spanyol bisa ditebak, pada abad 17 ketika perekonomian inggris menggeliat dengan maraknya aktivitas ekonomi yang meningkat Spanyil kian terpuruk ke jurang kebangkrutan. Watak keras kepala Spanyol yang kontras dengan sifat akomodatif dan pluralis dari penguasa dan isntitusi politik-ekonomi inggris, merupakan contoh lain dari perbedaan institusional yang bersinergi dengan munculnya momentum sejarah.
Fobia Penguasa Terhadap Industri
Tanpa adanya perombakan pada struktur kekuasaan dan institusi politik seperti seperti yang terjadi di Inggris setelah tahun 1688, negara-negara penganut paham absolutisme kesulitan memetic faedah dari berbagai inovasi dan teknologi. Ketika revolusi industri sedang marak-maraknya, peta politik Eropa pada abad ke 18 dan 19 sangat berbeda dengan apa yang kita lihat sekarang ini.
Institusi ekonomi bentukan Dinasti Habsburg layaknya ordo beranggotakan tuan-tuan tanah yang menjujung tinggi paham kaum feudal dan mendominasi berbagai institusi ekonomi. Selain melestarikan feodalisme (serfdom) yang mematikan proses-proses ekonomi pasar serta memupus semangat rakyat pedesaan untuk melakukan kegiatan ekonomi, kekangan terhadap ekonomi pasar dan aksi main mata dengan berbagai institusi ekonomi ekstratktif sudah mencari ciri khas penguasa absolut.
Politik menentang inovasi dijalankan dengan du acara.  Pertama, menolak pertumbuuhan industri dan Kedua, menentang keras pembangunan rel kerta api. Penolakan akan industrialiasasi dan proyek jalur kereta apai didasari atas ketakutan pada proses penghancuran kreatif yang timbul dari imbas pertumbuhan ekonomi modern. Ketika Inggris dan sebagian besar wilayah Barat Laut Eropa sudah diramaikan oleh jalur-jalur kereta api pada tahun 1870, jumlah jalur kereta api yang yang menenembus daerah terpecil rusai masih bisa diitung jari. Kebijakan anti kereta api baru berubah setelah gabungan bala tantara inggris, prancis, dan ottoman berhsasil menggempu rusia pada perang Krimea tahun 1853.



Larangan Berlayar di China
Rezim absolut tidak hanya diterapkan di Eropa namun hal tersebut menjadi rezim yang dianut, china dimana dampaknya sama dengan negara-negara di Eropa yaitu matinya prospek membangun industri yang merupakan momentum sejarah yang sangat menjanjikan karena revolusi Industri. China mengalami kejayaan hanya pda Dinasti Song meskipun maju, China masih menganut rezim absolut dimana kegiatan perekonomian bukan atas permintaan pasar namun perintah kerajaan.
Pada masa Kaisar Hongwu China tidak memperbolehkan adanya kontak dengan orang asing melarang semua warga china berlayar ke luar negeri. Politik isolasi China baru berkahir pada tahun 1567 dan digantikan Dinasti Qing yang ternyata sangat serakah dan suka merampok harta rakyat, mereka juga melarang perdagangan dan masuknya teknologi dari luar negeri. Alasan kuat Pemerinntah melakukan pelaranagan Perdagangan Internasional adalah mereka takut dengan penghancuran kreatif yang akan menghancurkan stabilitas dan kekuasaan politik. China selama abad ke-19 dan ke-20 menjadi salah satu negara termiskin dunia.
Mitos Raja Prester Jhon
Contoh lebih ekstrem dari rezim absolutisme di Afrika adalah Ethiopia. Ethiopia adalah specimen yang sempurna dari rezim absolut dinegeri itu tidak ada sedikitpun institusi kemasyarakatan yang bersifat pluralis, apalagi Lembaga yang mengontrol dan mengimbangi kekuasaan raja yang berkuasa sewenang-wenang. Absolutism Ethiopia lebih ekstraktif dan gila-gilaan. Bangsa Ethiopia berhasil mempertahankan independensinya minimal selama empat dasawarsa. Ethiopia menjadi negara termiskin di dunia hingga sekarang masih terpuruk karena absolutism Pemerintahan yang sangat susah direformasi.
Kisah Pertikaian Anak Cucu Samalee
Institusi-institusi absolutis diseluruh dunia telah menghambat laju industrialisasi secara tidak langsung. Somalia adalah contoh negara yang porak poranda karena tidak adanya sentralisasi politik, disana tidak mengenal sentralisasi atau dominasi politik yang ada hanya kelompok-kelompok klan yang saling membunuh dan membayar dia sebagai gantinyaaaa, tidak yang mau adanya sentralisasi karena nanti aka nada kekuatan yang mendominasi kekuatan yang lain pluralisme menjadi suatu yang dihindari.


Kesimpulan
Berdasarkan kegagalan dari berbagai negara yang dimuat dalam bab ini, dapat disimpulkan bahwa kegagalan tersebut didominasi oleh beberapa faktor yang cukup mencolok, kegagalan negara dalam menangkap peluang emas revolusi industri disebabkan lebih karena rezim absolut dan juga tidak diterimanya sentralisasi politik. Prinsip-prinsip adminitrasi pada dasarnkya telah diterapkan di beberapa negara tersebut namun faktor lain yang menghambatnya ada pada SDM, dan sosial budaya nilai. SDM dikarenakan rendahnya nilai yang dianut penguasa karena adanya ketaktan akan penggulingan kekuasaan ketika rakyat memiliki intelektualitas dan sosial budaya warga seperti di Somalia yang telah memburuk sampai akar rumput, sehingga negara-negara tersebut gagal memanfaakan peluang emas revolusi industri.





BAB 9
PERTUMBUHAN YANG PUPUS DI TENGAH JALAN
Oleh :
 Azaria Eda (14030117410004)
Fiki Dzakiyati (14030117410003)


Rempah-rempah dan Genosida
Pada awal abad ke – 17, Kepulauan Maluku terdiri dari tiga kesultanan, Kesultanan Tidore, Kesultanan Ternate, Kesultanan Bacan. Kepulauan Maluku pada abad itu adalah pusat perdagangan dunia, sebab kawasan itu merupakan satu-satunya penghasil rempah yang berharga. Kontak pertama antara penduduk pribumi kepulauan Maluku terjadi pada abad ke -16, ketika Pelaut Portugis berdatangan kesana untuk membeli rempah-rempah. Campur tangan bangsa Eropa kian terasa dampaknya dengan kedatangan armada dagang dari Belanda. Orang-orang Belanda segera paham situasi bahwa memonopoli pasokan rempah-rempah di Maluku akan jauh lebih menguntungkan dari pada bersaing dengan para saudagar local maupun yang berasal dari Eropa. Berawal dari keinginan meraup keuntungan perdagangan lewat jalur monopoli rempah inilah penjajahan terhadap penduduk pribumi di Indonesia di mulai dengan mendirikan VOC.
Untuk menghindari ganasnya VOC, beberapa kerajaan di Asia Tengga sengaja berhenti memproduksi komoditas ekpor dan menghentikan aktivitas dagangnya. Mereka memilih hidup secara berdikari ketimbang berurusan dengan Belanda. Dua abad setelah itu, bangsa-bangsa Asia Tenggara tidak lagi memiliki sumber daya dan kemampuan untuk memanfaatkan berbagai inovasi, yang bermunculan merebaknya revolusi industri. Pada akhirnya, keputusan untuk mundur dari arena perdagangan rempah-rempah tidak juga menyelamatkan mereka dari Bangsa Eropa, menjelang akhir abad ke 18 hampir seluruh kawasan Asia Tenggara menjadi koloni negara-negara Eropa.

Kisah Nestapa Budak-Budak Afrika Yang Terus Berulang
Perbudakan sudah ada di zaman Romawi Kuno dan di Afrika. Meningkatnya perdagangan budak antarnegara terjadi secara dramatis ketika koloni Inggris di Karibia membangun perkebunan tebu pada abad ke -17. Kedatangan orang-orang Eropa yang antusias mencari budak belian di sekitar pesisir Afrika Barat dan Tengah jelas menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap bangsa-bangsa Afrika. Semua institusi kemasyarakatan yang ada, bahkan lembaga agama, seakan-seakan ikut gila dan bernafsu menangkapi warga negara untuk dijadikan budak. Semua bentuk kejahatan diganjar dengan satu vonis, pelakunya akan dijual sebagai budak. Pada akhir abad ke – 19, di Inggris muncul suatu gerakan kuat yang mendesak di hapusnya perbudakan dipelori oleh William Wilberforce yang akhirnya berhasil dengan dihapusnya perdagangan budak. Ternyata dihapusnya perdagangan budak tidak membuat praktek budak di Afrika ikut dihapus, akibatnya perbudakan di Afrika justru semakin menggila pada abad ke – 19. Catatan dari para musafir dan pedagang yang mampir ke negara Afrika menyebutkan bahwa separo dari penduduk bekerja sebagai budak. Karena ganasnya institusi politik –ekonomi yang bertopang pada bisnis perbudakan, bangsa-bangsa dikawasan tersebut tetap stagnan dan terbelakang.

Asal Muasal Dualisme Ekonomi di Afrika
Konsep “dualisme ekonomi” yang diusung pada tahun 1955 oleh Sir Arthur Lewis dan para ahli ekonomi pembangunan sama sekali tidak salah. Afrika Selatan terbelah ke dalam dua sektor, yaitu sektor perekonomian tradisional yang kuno dan lekat dengan kemiskinan, serta sektor perekonomian yang maju dan menghasilkan kemakmuran. Sebuah hal mustahil untuk merubah masyarakat miskin bisa menjalani transisi dari sektor tradisional yang kuno ke sektor perekonomian modern tanpa dihalang-halangi pemerintah. Hal yang tidak disadari adalah, dualisme ekonomi tidak tercipta dengan sendirinya, kondisi ini diciptakan oleh kolonialis Eropa.
Setelah disahkannya Undang-Undang pada tahun 1913 bangsa kulit hitam terusir dari tanah mereka dan dipaksa hidup berdesakan di Homeland. Bangsa kulit hitam yang terpuruk di kawasan Homeland Afrika itu melarat, terbelakang, dan tak pernah mengenyam pendidikan. Nestapa itu disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dengan brutal mematikan prospek penduduk pribumi Afrika untuk menikmati kue pembangunan ekonomi, lalu menyulap mereka menjadi angkatan kerja murah. Sedangkan kulit putih Afrika Selatan menikamati kualitas hidup yang setara dengan Eropa Barat dengan menghisap darah orang kulit hitam yang lebih dari 80% penduduk Afrika dimarginalkan dan dilarang berperan serta dan memaksimalkan talenta.
Dualisme ekonomi ini berarti bahwa penduduk kulit hitam berada pada sektor ekonomi tradisional yang kuno, sedangkan kulit putih berada pada sektor ekonomi modern dan maju. Dualisme ekonomi di Afrika Selatan baru berakhir pada tahun 1994, karena bangsa kulit hitam bangkit dan menggugat kesenjangan yang terjadi, dan akhirnya sukses menumbangkan rezim Apertheid dan dualism ekonomi berakhir.

Kemajuan Yang Berubah Menjadi Keterbelakangan
Kesenjangan ekonomi dunia yang kita saksikan saat ini terjadi karena pada abad ke-19 dan 20. Perubahan teknologi bukan satu-satunya mesin penggerak ekonomi, namun jelas itulah yang terpenting. Fakta menunuukkan bahwa kemakmuran beberpa imperium Eropa hanya bisa diraih dengan menghancurkan kerajaan-kerajaan kecil dan sistem perekonomian bangsa pribumi di seluruh dunia, atau dengan menciptakan berbagai institusi ekstraktif. Eropa mengimpor budak dari Afrika lalu membangun perkebunan.
Meledaknya bisnis budak di kawasan Atlantik telah mengulangi pola lama yang pernah muncil di Afrika, meskipun awalnya bisnis ini dipicu oleh kondisi yang sama sekali berbeda dengan kondisi di Asia Tenggara atau India. Di Afrika Selatan, bangsa Eropa membangun institusi ekstraktif yang sedikit berbeda, yaitu menciptakan pasokan angkatan kerja murah yang mereka butuhkan untuk menjalankan bisnis pertambangan dan pertaniannya. Pemerintah Afrika Selatan menciptakan dualism ekonomi dengan menutup kesempatan bagi 80% warga Afrika berkulit hitam untuk mengerjakan profesi yang sesuai dengan ketrampilan, mengolah tanag secara komersial, dan merintis usaha.
Semua itu bukan saja menjelaskan mengapa banyak Negara di dunia yang gagal menangkap momentum emas dari Revolusi Industri, tetapi juga menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi terkadang dijalankan dengan menciptakan atau memanfaatkan kemiskinan serta keterbelakangan dari sektor ekonomi tradisional baik di tingkat local maupun global.





BAB 10
PEMERATAAN KEMAKMURAN
 Oleh:  
Muhammad Muntafi (1430117410005)

Penghormatan bagi para Napi
Setelah Amerika Serikat lepas dari Inggris (1783) tidak lagi mau menerima kiriman penjahat dari Inggris, sehingga pejabat berwenang mencarikan tempat tinggal baru bagi para penjahat tersebut.  Pejabat Inggris tertarik dengan benua yang pernah didarati Kapten James Cook, 29 April 1770, untuk dijadikan tempat pembuangan para penjahat/napi. Kapal dengan nakhoda Kapten Arthur Phillip dan dipenuhi narapidana berlayar menuju Botany bay pada 22 Januari 1788, yang sekarang dirayakan sebagai Hari Australia. Rombongan merapat dan mendirikan kamp di Sydney Cove, yang selanjutnya disebut New South Wales.
Kamp tersebut hanya dihuni oleh para napi dan para prajurit yang ditugasi mengawasi mereka.  Para napi yang didatangkan harus menjalani “program wajib kerja” dan dihukum bagi yang malas.  Dalam perkembangannya metode penyiksaan dan pengasingan kurang efektif mengubah tabiat napi dan diganti dengan memberi insentif. Karena di New South Wales satu-satunya sumber tenaga kerja adalah para napi, maka satu-satunya cara merangsang mereka agar dapat meningkatkan produktivitas hanyalah dengan membayar tenaganya.
Dalam perkembangannya para napi bahkan boleh berbisnis dan mengupah sesama napi, bahkan para napi diberi sebidang tanah setelah selesai menjalani masa hukuman. Hak-hak sipil mereka juga direhabilitasi. Perkembangan ini memicu munculnya friksi antara kaum elite dengan masyarakat luar, dalam hal ini para napi, eks napi  dan keluarganya.
Tahun 1819 pemerintah Inggris mengirim komisi penyelidik dan akhirnya mengeluarkan kebijakan bahwa narapidana tidak boleh memiliki tanah, tidak boleh bekerja dengan bayaran, pengurangan pengampunan dan tingkat kebebasan,. Hanya mantan napi yang diperbolehkan memiliki lahan.
Eks napi dan keluarga besar semakin gigih memperjuangkan hak-hak politik dan ekonomi, serta keterwakilan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Mereka menuntut digelarnya pemilu yang memungkinkan  untuk ikut berperan serta dalam proses politik, serta dibentuknya institusi dan berbagai majelis perwakilan yang memungkinkan mereka mendududki jabatan politik. Tuntutan ini semakin kuat shingga tahun 1823 guubernur New South Wales memerintah nyaris tanpa kontrol sama sekali, wewenangnya dibatasi dengan dibentuknya dewan yang ditunjuk oleh pemerintah Inggris. Tahun 1831 untuk pertama kalinya mantan napi diijinkan menjadi juri di pengadilan.
Tahun 1842 dibentuk dewan legislatif dengan 2/3 anggotanya dipilih langsung oleh rakyat.  Mantan napi bisa mencalonkan diri atau memberi suara jika memiliki aset dalam jumlah besar.  Tahun 1856 salah satu negara bagian New South Wales (Virginia) menjadi ajang pemilu pertama yang benar-benar terlaksana secara rahasia dan bebas dari praktik jual beli suara.
Virginia company dan para prajurit serta pemukim bebas di Sydney  akhirnya tunduk pada tuntutan khalayak dan mereka membanguan institusi ekonomi inklusif yang bisa bersinergi dengan institusi politik yang juga inklusif.
Menobrak Tembok Penghalang: Revoluasi Perancis
Tahun 1789, masyarakat Perancis terbagi mejadi tiga golongan, 1) golongan gereja; 2) kaum aristokrat, dan 3) rakyat jelata.  Masing-masing golongan memiliki perangkat hukum tersendiri.  Hanya Golongan 1) dan 2) bebas pajak dan pungutan lain.  Bahkan gereja juga menguasai sejumlah besar lahan dan dibenarkan menarik pajak dari petani penggarap lahan yang mereka kuasai.  Sistem hukum bersifat diskriminatif dan memberikan keuntungan ekonomiis serta kekuatan politik bagi para bangsawan dan petinggi gereja.
Revolusi Perancis pantas disebut sebagai sebuah terobosan politik yang radikal.. Tanggal 4 Agustus 1789, Majels Rakyat Nasional mengubah total perangkat hukum perancis dengan mengajukan rancaran konstitusi baru, diantaranya pasal pertama memuat pernyataan menghapus sistem feodal, bahwa semua hak istimewa dna segala bentuk pungutan terutang harus dihapuskan tanpa diberikan ganti rugi.  Pasal sembilan  menyebutkan semua hak khusus menyangkut pajak perorangan maupun lembaga dihapus untuk selama-lamanya.
Revoluasi Perancis berhasil merombak berbagai institusi politik-ekonomi di Perancis dan berimbas positip ke berbagai negara di Eropa, jauh dari bayangan para deklarator konstitusi baru pada tahun 1789.
Akar segala kesenjangan di Dunia
Proses munculnya berbagai institusi politik – ekonomi inklusif telah memicu revoluasi industri di Inggris, serta beberapa negara lain, tetapi ada sejumlah penguasa yang keras kepala menghalangi tumbuh kembangnya industrialisasi.
Amerika Serikat dan Australia merupakan contoh negara yang membentuk institusi inklusif seperti di Inggris.  Setelah institusi inklusif mapan dan berfungsi dengan baik, kedua negara tersebut segera meraih pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan.
Beda dengan beberapa koloni Eropa yang lain, yang justru berlawanan dengan menciptakan institusi ekstraktif yang sama sekali baru, atau mengambil alih institusi ekstraktif apa pun yang ada di sama untuk dijadikan alat mengeruk semua kekayaan alamnya.
Dinamika institusional merupakan faktor penting dalam menentukan negara mana yang bisa menangkap peluang emas pada abad ke-19 dan seterusnya, serta negara mana yang gagal. Akar kesenjangan dunia yang terjadi sekarang, bisa ditemukan dari perbedaan ini. Hampir semua negara maju pada jaman sekarang, adalah rezim yang dahulu menyambut industrialisasi dan perubahan teknologi pada abad ke-19, begitu juga sebaliknya.





BAB 11
LINGKARAN KEBIJAKAN
Oleh:
M Isa Thoriq A (14030117410021)
Konsep tentang adanya pembatasan dan kontrol terhadap para penguasa yang merupkan inti dari supremasi hukum telah melekat pada logika pluralisme yang tercipta melalui sebuah koalisi besar, yang bangkit menentang kesewenang-wenangan penguasa. Tidak mengherankan supremasi hukum dan kesadaran bahwa para penguasa bukanlah wakil Tuhan di dunia merupakan argumen utma dalam gerakan mengganyang absolutisme rezim.
Merusakan tatanan atau aturan main akan menggoyahkan stabilitas sistem dan membuka celah bagi masuknya kembali absolutisme kekuasaan melalui suatu bagian kecil dari koalisi besar tersebut, atau bahkan membuka potensi masuknya kembali kekuasaan. Hal yang bisa mencegah parlemen menciptakan absolutisme gaya baru ialah kesewenang-wenangan penguasa.
Konsep supremasi hukum jika sudah melekat pada tradisi dan institusi, bukan hanya berfungsi untuk mencegah terjadinya kekuasaan absolut, tetapi juga menciptakan semacam siklus “lingkaran kebijakan”. Jika undang-undang adil maka tidak akan ada perorangan maupun sekelompok orang yang bisa mengangkangi undang-undang. Selain itu rakyat jelata yang dituduh melanggar batas kepemilikan pribadi akan tetap punya hak untuk menjalani persidangan yang adil. Lingkaran kebijkan ialah proses munculnya sejumlah umpan balik positif yang melindungi kewibawaan berbagai institusi dari beragam usaha untuk melemahkannya, yang pada gilirannya menggerakan berbagai kekuatan yang akan meningkatkan kualitasnya. Jika satu pihak memaksakan kemauan nya pada orang lain tanpa ada yangmengontrol, meskipun yang dimaksud sebagai pihak lain itu hanya warga biasa, maka ekuilibrium atau keseimbangan ini akan goyah.
Kinerja lingkaran kebijakan menunjukan adanya peningkatan kinerja yang terjadi secara bertahap. Semua perubahan politik yang ada , selalu mengarah pada semakin meningkatnya keterbukaan institusi politik. Akan tetapi semua perubahan itu berlangsung setahap demi setahap. Perubahan secara bertahap terbukti bisa menghindarkan terjadinya kekacauan yang menyebabkan negara hilang arah dan haluan. Mendongkel sebuah sistem dengan cara-cara kekerasan  akan memaksa semua pihak yang terlibat untuk membangun sistem  yang sama sekali baru.
Edmund Burke: Siapapun orangnya harus ekstra hati-hati  jika ingin meruntuhkan  sebuah bangunan  rezim yang harus hati-hati jika ingin meruntuhkan sebuah bangunan rezim yang telah berabad-abad menjadi wahana kehidupan berbangsa dan bernegara meskipun seburuk apa kualitasnya.
Institusi politik ekonomi inklusif tidak muncul dengan sendirinya. Mereka lebih sering muncul sebagai dampak dari gesekan antara antar elite politik  yang menghalangi pertumbuhan ekonomi serta proses perubahan poltik, dan berbagai pihak yang ingin mengekang kekuasaan ekonomi dan politik.
Lingkaran kebijakan bekerja melalui beberapa mekanisme. Pertama, logika dari institusi politik pluralistik akan menyulitkan terjadinya perampasan kekuasaan yang dilakukan oleh seorang diktator, sebuah faksi dalam struktur pemerintahan , atau bahkan oleh seorang presiden yang sebenarnya berniat baik. Kedua, selalu ada mutualisme antara institusi politik inklusif dan institusi ekonomi  inklusif yang saling berinteraksi  saling mendukung dan memperkuat. Interaksi nin menciptakan mekanisme lingkaran kebijakan yang lain.





BAB 12
LINGKARAN SETAN
Oleh:
Meriana Diah Pramestiwari (14020117410020)

Ekspansi bangsa Eropa dan pemerintahan kolonial di Afrika memberikan dampak yang merugikan, yaitu ;
1.      Merusak prospek pertanian komersial di Afrika dengan menggunakan perangkat hukum dan berbagai institusi kolonial.
2.      Munculnya bisnis perdagangan budak antar benua, yang mengubah institusi-institusi politik-ekonomi itu menjadi lebih ekstraktif
Institusi politik ekstraktif muncul karena sebab-sebab yang alamiah ;
1.      Memunculkan institusi ekonomi dengan watak yang sama : memperkaya sefelintir orang tetapi menyengsarakan banyak jiwa.
2.      Menyediakan mekanisme untuk mengontrol penyelewangan kekuasaan.
3.      Minimnya perlindungan terhadap berbagai pihak yang menentang segala praktik penyalahgunaan kekuasaan Negara.
4.      Menciptakan kekuasaan tanpa kontrol dan kesenjangan ekonomi luar biasa itu juga meningkatkan resiko munculnya permainan politik.
5.      Memicu perang saudara demi memperebutkan kekuasaan dan segala keuntungannya.
Ekonomi ektraktif muncul dalam bentuk :
1.      Menciptakan system kerja paksa/perbudakan, bahkan dilegalkan secara hukum oleh Pemerintah.
2.      Lembaga pemerintahan bekerja demi kepentingan para elite politik, bukan demi kesejahteraan rakyat.
3.      Praktik monopoli perdagangan telah melahirkan system libreta dan memicu terjadinya perampasan tanah milik rakyat.
4.      Pembangunan infrastruktur sengaja dihambat karena ketakutan penguasa terhadap penghancuan kreatif yang berpotensi menggoyahkan system kekuasaan.
Pemegang kekuasaan ekonomi dan politik akan membangun berbagai institusi yang berfungsi melestarikan kekuasaannya. Meskipun sudah merdeka dan berganti kekuasaan, lingkaran setan seperti ini menyebabkan intitusi ekstraktif dan tokoh-tokoh elitnya terus bertahan dengan melanggengkan keterbelakangan bangsanya.
Ciri khas lingkaran setan adalah dimana berbagai intitusi politik ekstraktif merajalela dengan dukungan institusi ekonomi ekstraktif, yang pada gilirannya menciptakan landasan bagi bertahannya institusi politik ekstraktif yang melestarikan kekuasaan para elite.

Habis Perbudakan, Terbitlah Undang-Undang Rasialis
Perbudakan dihapuskan dan warga kulit hitam diberi hak pilih dalam pemilu sebagai bentuk upaya reformasi fundamental. Tapi mengapa situasi politik dan ekonomi di selatan tidak pernah berubah ?
Institusi ekstraktif di beberapa Negara bagian selatan Amerika Serikat masih disokong oleh elite petani besar. Kelompok elite petani besar di Selatan terus mempertahankan kekuasaan serta struktur politik-ekonomiya demi melestarikan kekuatan intitusi ekstraktif melalui Pemerintah dengan cara ;
1.      Melemahkan hak politik dan kebebasan ekonomi yang diberikan kepada warga kulit hitam.
2.      Munculnya Undang-Undang yang dirancang untuk membatasi ruang gerak para pekerja dan mereduksi kompetisi di pasar kerja demi menjamin ketersediaan tenaga kerja murah bagi para petani besar di selatan.
3.      Melahirkan system pendidikan diskriminatif dengan kualitas rendah melalui Undang-Undang rasialis di Selatan.
Hukum Besi Oligarki menurut Sosiolog Jerman Robert Michaels : logika internal yang mendasari rezim oligarki dan semua organisasi hierarkis akan mendorong rezim oligarki untuk melipatgandakan kekuatan. Bukan hanya ketika berhadapan dengan rival politik di dalam kelompok yang sama, tetapi juga saat rezim itu sukses mendominasi kekuasaan. 
Esensi dari hukum besi oligarki merupakan salah satu aspek dari Lingkaran Setan :
Wajah-wajah baru tampil setelah menggulingkan penguasa lama dengan membawa janji-janji perubahan, tetapi akhirnya justru petaka lebih dahsyat yang mereka bawa.
Wujud lingkaran setan tetap bertahan karena :
  1. Kemerdekaan, Perang saudara dan pergantian rezim hanya kamuflase untuk menguasai panggung politik lokal
  2. Institusi ekstraktif bisa bertahan karena elite politik yang mengendalikan dan memanfaatkannya masih hidup dan berkuasa
  3. Pergantian elite politik tetapi penyokongnya selaku ekonomi ekstraktif masih terorganisir dapat mempengaruhi bertahannya lingkaran setan

BAB 13
BIANG KEGAGALAN NEGARA PADA ZAMAN SEKARANG
Oleh:
Rosihan Widi Nugroho (14030117410006)

Potret negara -Negara yang gagal membangun perekonomian karena berbagai institusi ekstraktif yang dikuasai oleh elit politik. Beberapa negara tersebut terdiri dari Zimbabwe dan Sierra Leone di Afrika, Kolombia dan Argentina di Amerika Latin, Korea Utara dan Uzbekistan di Asia dan Mesir di kawasan Timur tengah. Walaupun kondisi dan setting yang melatarbelakangi faktor kemiskinan masing – masing negara berbeda tetapi faktor penyebabnya sama : kekuasaan institusi ekstraktif. Pada semua kasus, basis atau motor utama penggerak berbagai institusi esktraktif adalah elite politik yang mendesain institusi ekonomi ekstraktif untuk memperkaya diri dan melanggeng kan kekuasaan dengan mengorbankan sebagian besar rakyat.
Perbedaan sejarah dan struktur social di masing – masing Negara menimbulkan variasi karakteristik para elite dan bentuk dari institusi ekstraktif yang mereka kendalikan. Namun motif yang menyebabkan mengapa berbagai institusi tersebut terus ada, pasti terkait erat dengan siklus dari lingkaran setan. Implikasi yang ditimbulkan akan sama walaupun intensitas nya bervariasi, yaitu kemiskinan. Berbagai perbedaaan diantara mereka dengan kondisi bangsa dan perekonomian yang dikuasai menentukan wujud institusi ekstraktif di masing – masing negera. Sebagai contoh Korea Utara, elite politik yang berkuasa Kim Jong Il dan kelompok yang bersekongkol di lingkaran kekuasaan, Uzbekistan ada Islam Karimov keluarga dan kroni – kroninya, Zimbabwe ada Robert Mugawe dan pentolan partau ZANU-PF.
Perbedaan konteks sejarah dan struktur social suatu Negara tidak hanya membedakan identitas para elite dan bentuk institusi politiknya tetapi juga menentukan wujud institusi ekonominya. Di Mesir Gamal Abdul Naser berkoalisi dengan Uni Soviet mengambil alih Terusan Suez dan menasionalisasi sebagian besar sektor perekonomian. Di Korea Utara, Negara menggunakan mesin politik digunakan untuk menguasai properti oleh swasta dan perorangan Perkebunan dan perindustrian.
Institusi politik ekstraktif menciptakan institusi ekonomi ekstraktif yang mengakumulasi kekayaan dan kekuasaan ke tangan kelompok elite. Setiap kekuatan institusi ekstraktif yang beroperasi di setiap Negara tentu bervariasi masing –masing negara dan berdampak langsung oada derajat kemakmuran rakyatnya. Di Kolombia Partai Liberal dan Partai Konservatif regular berkompetisi dalam pemilu untuk untuk membagi kekuasaan. Lemahnya otoritas pemerintah pusat melahirkan elit politik local yang saling bertikai dan membunuh. Di Uzbekistan Presiden Karimov membajak sisa rezim Soviet menjadikan mereka aparat yang kuat untuk menghabisi lawan politik.
Di Argentina, konstitusi dan pemilu demokratis yang rutin digelar tidak paralel dengan pembangunan pruralisme. Namun secara umum Argentina masih dalam mengendalikan tindak kekerasan terhadap rakyat. Negara Sierra Leone dan Zimbabwe  institusi ekstraktif masih hidup berkat lingkaran setan yang berkuasa. Perang saudara dan revolusi yang terjadi tidak dengan sendirinya bias mengubah istitusi yang ada. Di Kolombia, Lemahnya control pemerintah pusat terhadap wilayah terpencil yang berlangsung selama ini merupakan akibat dari permainan politik dan kepentingan para elite politik nasional yang dengan sengaja membiarkan kondisi ini. Di Sierra Leone selain miskin rakyat terombang – ambing dalam ketidakpastian karena institusi ekonomi dan politik berwatak super ekstraktif.
Faktor – faktor yang menyebabkan kegagalan politik dan ekonomi yang melanda negara – Negara di dunia dewasa ini hanya dapat diatasi dengan mengubah semua institusi  ekstraktif menjadi institusi yang lebih terbuka dan pluralis, Inklusif. Institusi yang inklusif di masyarakat di tengah masyarakat dana koalisi besar apabila bersatu maka akan memerangi rezim ekstraktif dan membuka peluang memutus lingkaran setan. Kasus – kasus yang dipaparkan di paragraph sebelumnya menunjukkan kesamaan pola, bahwa institusi ekstraktif yang mencengkram bangsa – bangsa tersebut sudah ada sejak abad ke-19. Setiap Negara terjebak dalam lingkaran setan walaupun tidak mustahil untuk diselesaikan.
           






BAB 14
MENGUBAH SEJARAH YANG SURAM
KISAH TIGA KEPALA SUKU MELOBI SRI RATU
Oleh:
Rezza Pamalis (14030117410009)

Pada tanggal 6 September 1895 kapal Tantallon Castle merapat di dermaga pelabuhan Plymouth yang terletak di selatan Inggris. Tiga kepala suku dari Afrikan, Khama yang berasal dari Ngwato, Bathoen dari Ngwaketse, dan Sebele dari Kwena datang ke Inggris menggunakan kapal tersebut dengan mengemban sebuah misi penting yaitu menyelamatkan daerah kekuasaan mereka dan lima daerah lain yang dihuni suku bangsa Tswana dari keserakahan Cecil Rhodes. Sebelumnya, pemerintah Inggris menyatakan bahwa wilayah Bechuanaland (yang menjadi Botswana setelah merdeka tahun 1966) merupakan wilayah protektoratnya pada tahun 1885. Kesepakatan di Inggris menghasilkan bahwa Sri Ratu akan memberikan perlindungan kepada negeri yang dipimpin oleh ketua suku Khama, Sebele, dan Bathoen. Sekembalinya dari London, ketiga pemuka suku Tswana terus gigih berjuang untuk menjada independensi mereka dari pemerintahan Inggris dan melestarikan institusi – institusi politik lokal. Keberhasilan melobi penguasa di Inggris membuat bangsa Tswana membangun sentralisasi kekuasaan. Ketiga pemimpin itu mengantongi legitimasi politik yang kuat sebab institusi politik suku mereka sangat pluralis. Sekarang Botswana menjelma menjadi negara yang memiliki pendapatan per kapita tertinggi di kawasan sub-Sahara Afrika dang prestasinya setara dengan Estonia, Hungaria, dan Kosta Rika. Setelah Botswana merdeka, mereka membangun institusi politik-ekonominya secepat mungkin. Pemerintahnya giat membangun berbagai institusi ekonomi yang menghormati hak kekayaan rakyat, menjamin stabilitas ekonomi makro, dan secara konsisten mendorong tumbuhnya mekanisme ekonomi pasar yang inklusif. Sejak awal kemerdekaannya, bangsa Tswana sudah memiliki warisan historis berupa berbagai institusi politik yang membatasi kekuasaan para kepala suku dan mengharuskan mereka mempertanggungjawabkan semua kebijakannya di depan majelis rakyat.
AKHIR RIWAYAT INSTITUSI EKSTRAKTIF DI SELATAN
Institusi politik Selatan, baik sebelum maupun sesudah masa Perang Saudara Amerika Serikat, sebenarnya didasari oleh logika atau motif ekonomi yang sama dengan rezim apartheid di Afrika Selatan, yaitu menjaga ketersediaan pasokan tenaga kerja murah untuk menjalankan bisnis pertanian besar di sana. Namun, sejak tahun 1950-an motif tersebut tidak dipandang lagi dominan menjadi alasan karena banyaknya penduduk kulit hitam yang melakukan migrasi besar – besaran meninggalkan wilayah di sana. Sehingga buruh kulit hitam menjadi langka. Elite politik di Selatan juga tidak perlu lagi mempertahankan keberadaan institusi ekonomi ekstraktif yang mereka warisi. Sebuah koalisi langka antara kelompok – kelompok raga kulit hitam dengan institusi – institusi inklusif federal di Selatan telah membebaskan wilayah tersebut dari cengkeraman institusi ekstraktif dan melahirkan kestaraan politik dan HAM. Seperti di Botswana, faktor penentu perubahan di Selatan adalah pembangunan institusi politik-ekonomi yang inklusif. Langkah baru itu ditempuh bersama dengan kian menguatnya gelombang ketidakpuasan warga kulit hitam yang hidup sengsara di bawah cengkeraman institusi ekraktif, selain juga berkat semakin rapuhnya kekuasaan Partai Demokrat di sana. Sekali lagi, institusi politik-ekonomi yang sudah ada selalu ikut andil mewarnai perubahan yang terjadi.

BANGKITNYA KEMBALI PEREKONOMIAN CHINA
Setelah kemenangan Partai Komunisi di China pada tahun 1949, pemerintah RRC melarang berdirinya partai – partai lain.institusi politik ekraktif dan otoriter itu didukung pula oleh institusi ekonomi yang ekraktif. Pemerintah China menguras habis – habisan segala asset dan sumber daya negara yang mereka kuasai. Mereka memonopoli penjualan hasil pertanian seperti padi dan biji – bijian. Setelah kematian Mao, pemimpin China kala itu, terjadi kekosongan kekuasaan. Kelompok Deng Xiaoping berupaya untuk mereformasi perekonomian serta memperkuat peranan pasar tetapi mereka sama sekali tidak berminat melenyapkan rezim komunis.  Perekonomian pedesaan mulai menggeliat dan menunjukkan pertumbuhan. Pemberian intensif kepada para petani menyebabkan produktivitas pertanian meningkat secara dramatis. Selain itu banyak juga yang bergelut di bidang industri. Pada akhirnya, intensif ekonomi pun dinikmati para pemain sektor industri terutama oleh mereka yang menjalankan berbagai perusahaan milik negara meskipun pada masa itu belum tampak ada prakarsa pemerintah untuk melakukanswastanisasi perusahaan negara yang baru terlaksana era 1990-an. Kebangkitan kembali perekonomian China terjadi seiring dengan oergeseran orientasi negara yang meninggalkan institusi ekstraktif dan mulai membangun institusi yang lebih eksklusif. Insentif pasar di sektor pertanian dan industri kemudia disusul dengan beragam kebijakan senada yang menyentuh bidang investasi luar negeri dan teknologi, dan semua itu telah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang fenomenal di China.

Kisah Botswana, China, dan kawasan Selatan di Amerika Serikat merupakan gambaran yang nyata dan membuktikan bahwa peristiwa sejarah bukan takdir yang tidak bisa dielakkan. Sekuat apapun lingkaran setan yang ada, akan selalu ada kesempatan untuk mereformasi. Namun prosesnya tidak mudah. Terkadang masih diperlukan faktor lain seperti momentum emas dalam sejarah yang bersinergi dengan koalisi besar yang menuntu perubahan. Di samping itu kehadiran Dewi Fortuna juga selalu dinantikan sebab jalannya sejarah selalu sulit diprediksi.





BAB 15
MEMAHAMI ASAL-MUASAL KEMAKMURAN DAN KEMISKINAN
Oleh:
 Dimas Anugrah (14030117410007 )
Galuh Rakasiwi (14030117410012 )

FAKTOR-FAKTOR SEJARAH
Taraf kualitas hidup bangsa-bangsa di muka bumi ini sangat bervariasi. Hampir semua kesenjangan antara kelompok Negara kaya dan Negara miskin ini terjadi dalam kurun waktu dua ratus terakhir. Haruskah semua kesenjangan itu terjadi? Apakah keunggulan Negara-negara Eropa Barat, Amerika Serikat, dan Jepang atas Negara-negara sub-Sahara Afrika, Amerika Latin dan China selama dua abad terakhir ini ditentukan oleh faktor-faktor historis, geografis dan budya atau etnis? Untuk menjawab atau bahkan sekedar merenungkan semua pertanyaan tersebut, kita memerlukan sebuah kerangka teori yang bisa menjelaskan mengapa di muka bumi ini ada Negara-negara yang makmur, sementara di belahan bumi lainnya banyak Negara gagal dan melarat.
Teori yang diusulkan oleh penulis buku disni bekerja pada dua level. Pada level pertama menjelaskan perbedaan antara institusi politk ekonomi ekstraktif dengan institusi politik ekonomi inklusif. Pada level berikutnya menjelaskan mengapa institusi yang inklusif hanya bisa tumbuh dan berkembang di beberapa Negara saja.
Hal yang menjadi titik fokus teori ini adalah korelasi antara institusi politik ekonomi inklusif dengan kemakmuran di suatu Negara. Institusi ekonomi inklusif yang melindungi hak kekayaan rakyat, menciptakan arena kompetisi yang adil, mendorong investasi di bidang teknologi baru, dan peningkatan sumber daya manusia pasti menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ekonomi daripada institusi ekstraktif yang memang dibangun oleh sekelompok elite untuk menguras keringat rakyat dan kekayaan Negara, tidak melindungi hak kekayaan warga Negara dan gagal menciptakan insentif dari berbagai aktivitas ekonomi. Pada gilirannya, institusi ekonomi inklusif dan institusi politik inklusif akan saling mendukung. Institusi-institusi tersebut membagi-bagi kekuasaan politik dengan merata secara pluralistic, menghasilkan sentralisasi politik yang cukup solid demi menegakkan hokum dan ketertiban yang merupakan pondasi bagi perlindungan kekayaan rakyat, dan membangun perekonomian yang inklusif. Sebaliknya, institusi ekonomi ekstraktif bisa dipastikan akan bersinergi dengan institusi politik ekstraktif yang memusatkan kekuasaan di tangan sekelompok elite politik, yang cenderung mempertahankan dan membangun institusi ekonomi ekstraktif demi keuntungan mereka sendiri, serta memanfaatkan segala sumber daya yang mereka miliki demi mempertahankan kekuasaan politik.

PESONA PERTUMBUHAN EKONOMI DI BAWAH REZIM OTORITER
Model pertumbuhan ekonomi dalam kekuasaan institusi otoriter secara tegas mengakui bahwa institusi ekstraktif otoriter memang buruk, namun menganggap bahwa otoritarianisme hanyalah salah satu tahapan proses. Gagasan ini bertolak dari salah satu teori klasik ilmu sosiologi politik, yaitu teori modernisasi yang dikembangkan oleh Seymour Martin Lipset.
Seperti yang kita lihat, pertumbuhan ekonomi di China meimbulkan sejumlah pertanyaan yang menarik terntang prospek masa depan ekonomi Negara tersebut, dan terutama mengenai sisi positif maupun layak atau tidaknya mempertahankan pertumbuhan ekonomi di bawah kekuasaan otoriter. Proses pertumbuhan ekonomi di Cihna yang dilandasai politik “tambal sulam” seperti mengimpor teknologi asing dan mengekspor produk-produk murahan ke pasar internasional mungkin bisa dipertahankan dalam jangka pendek. Bagaimanapun, pertumbuhan ekonomi China itu akan usai, terutama ketika rakyat di Negara tersebut sudah mencapai taraf hidup Negara berpenghasilan tingkat menengah. Kemungkinan besar Partai Komunis Cihna dan elite ekonomi yang semakin kuat posisinya akan saling bagu membahu untuk mempertahankan dominasi poltik dan ekonomi mereka selama beberapa dasawarsa ke depan. Dalam kasus ini bukti-bukti sejarah dan teori dari penulis buku menunjukkan bahwa di Negara tersebut pertumbuhan ekonmomi yang disertai penghancuran kreatif masing sangat jauh di awing-awang, dan bahwa pertumbuhan ekonominya yang spektakuler akan berakhir secara berlaham. Namun hal tersebut bukan keniscayaan, tragedy tersebut dapat dicegah dan dihindari jika pemerintah China mau mengubah institusi politik ekonominya yang ekstraktif menjadi lebih terbuka dan pluralistic sebelum pertumbuhan ekonomi mereka mencapai titik jenuh. Namun sepertinya kecil kemungkinan Negara China akan mengubah perangkat institusinya menjadi inklusif, kalaupun itu terjadi prosesnya pasti sangat alot dan rumit.
Dapat digarisbawahi beberapa hal yang penting. Pertama, pertumbuhan ekonomi di bawah kekuasaan rezim otoriter ekstraktif di Chins, meskipun dapat dipertahankan selama beberapa saat, tidak akan menjadi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang didukung oleh institusi inklusif dan diserta oleh gelombang penghancuran kreaatif. Kedua, mustahil kita bisa mengharap bahwa pertumbuhan ekonomi di bawa kekuasaan institusi ekstraktif dapat menumbuhkan demokrasi atau institusi politik yang inklusif.  China, Rusia dan beberapa rezim otoriter lainnya dewasa ini bisa meraih pertumbuhan ekonomi, kemungkinan akan segera mencapai titik jenuhnya sebelum mereka berinisiatif untuk mentransformasi diri menjadi institusi yang lebih inklusif. Ketiga, dalam jangka panjang pertumbuhan di bawah kekuasaan institusif ekstraktif otoriter bukanlah pilihan yang ideal, dan tidak selayaknya didukung untuk dijadikan model pertumbuhan bagi Negara-negara Amerika Latin, Asia, dan sub-Sahara Frika, meski banyak Negara yang memilih opsi tersebut karena skeman ini terkadang konsisten dengan kepentingan elite ekonomi dan politik yang berkuasa disana.

KEMAKMURAN TIDAK BISA DIREKAYASA
Awal dekade 1970-an, Perdana Menteri Ghana, Kofi Busia menghadapi hambatan pelaksanaan kebijakan untuk mengatasi kondisi gagal pasar dan merangsang pertumbuhan ekonomi bukanlah kebodohan para politik, melainkan factor institusi politik ekonomi yang ada di dalam masyarakat. Anehnya, hipotesis kebodohan masih saja diandalkan pada lingkaran pengambil keputusan di Barat, yang hamper selalu menitikberatkan upaya-upaya untuk merekayasa kemakmuran.
Ada dua macam pendekatan yang kerap ditempuh dalam upaya merekaya kemakmuran. Pendekatan pertama biasanya menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan disebabkan oleh buruknya kebijakan dan institusi ekonomi yang ada. Pendekatan kedua mengakui bahwa mengentaskan sebuah bangsa dari kemiskinan mustahil dilakukan dalam beberapa hari atau dalam beebrapa dekade. Pendekatan ini lebih focus pada upaya perbaikan beberapa “kegagalan pasar berskala kecil”, yang jika berhasil dilakukan, bisa membuka peluang terciptanya kemakmuran jika pengambil keputusan mau menangkap momentum yang ada.
Beragam kegagalan pasar pada level mikri ternyata tidak semudah itu diatasi, sebab struktur isntitusional yang menjadi penyebab kegagalan tersebut ikut menjegal omplementasi kebijakan atau intervensi yang ditujukan untuk memperbaiki insentif pada skala mikro. Usaha-usaha untuk merekayasa kesejahteraan tanpa menyentuh akar persoalan-yang dalam hal ini berupa institusi ekstraktif dan situasi politik yang gigih mempertahankan status quo-hanya akan menuai kegagalan.




GAGALNYA BANTUAN LUAR NEGERI
Ada beberapa hal yang penting dalam bantuan luar negeri. Pertama, bantuan luar negeri bukan alat yang efektif untuk mengatasi kegagalan pemerintah di dunia dewasa ini. Bantuan luar negeri seharusnya dialokasikan untuk membangun institusi politik-ekonomi yang inklusif. Namun, mayoritas bantuan luar negeri ini tidak banyak membantu dalam hal ini, apalagi dengan manajemen yang buruk. Kita semua wajib mengetahui akar permasalahan kesenjangan ekonomi dan kemiskinan agar kkita tidak mudah percaya dan berharap pada janji-janji palsu. Kedua, ada baiknya kalua sebagian dana di alokasikan untuk memfasilitasi berbagai usaha menumbuhkembangkan institusi inklusif. Dana bantuan sebaiknya dikeloka dengan baik melibatkan dan memberdayakan berbagai kelompok dan tokoh masyarakat yang semula dimarginalkan dalam berbagai pengambilan keputusan dan proses politik, sehingga mereka bisa melihat prospek yang lebih cerah di masa depan.

 PEMBERDAYAAN SELURUH ELEMEN MASYARAKAT
Membangun isntitusi politik inklusif di bawah rezim ekstraktif didominasi sekelompok kecil elite politik harus diawa dengan proses pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan gerakan damai secara merembet, membesar, dan menggurita menjadi sebuah gerakan perubahan fundamental pada level nasional. Untuk mempercepat proses pemberdayana masyarakat dan pembangunan institusi inklusif harus diakui tidak pernah ada resep yang ampuh, tapi tentu ada factor-faktor tertentu yang secara alamiah bisa merangsang upaya pemberdayaan masyarakat.
Faktor-faktor yang dimaksud antara lain adalah ketertuban umum yang cukup terkendali; adanya beberapa institusi politik yang memiliki karakteristik pluralis; adanya Lembaga-lembaga atau organisasi masyarakat ymadani yang bisa mengorganisir atau mengoordinasikan tuntutan masyarakat. Keberadaan factor-faktor tersebut sangat bergantung pada sejarah dan sangat sulit dimodifikasi.
Ada satu atau beberapa agen yang berpotensi memegang peranan pentindg dan instrumental dalam upaya pemberdayaan masyarakat, yaitu media. Memberdayakan masyarakat luas adalah tugas mulia yang sulit dikoordinasikan maupun dipertahankan intensitas maypun konsistensinya, jika tidak disertai oleh penyebaran informasi yang menyadarkan masyarakat tentang adanya tindak-tindak penyimpangan oleh para penguasa. Media juga dapat memainkan peranan kunci dalam mengarahkan gerakan pemberdayaan masyarakat menjadi sebuah gerakan reformasi politik yang berkesinambungan.