BAB
1
BEGITU
DEKAT NAMUN SUNGGUH BERBEDA
Oleh
:
Mariayani Oktafiana
Rene
(14030117410017)
Bab ini
sesungguhnya mengisahkan kepada kita tentang alasan atau sebab dua daerah yang
berdekatan, yang hanya dibatasi oleh tembok pagar pemisah wilayah memiliki kehidupan
secara ekonomi dan sosial politik yang sangat berbeda. Dalam buku ini yang
dibahas adalah perbedaan antara kehidupan warga Nogales Arizona yang berada
diwilayah teritorial Amerika Serikat dengan kehidupan warganya yang makmur dan
Nogales Sonora yag berada diwilayah Meksiko dengan warga yang hidup miskin. Hal
pertama yang dibahas sebagai sebab terjadinya perbedaan kondisi di kedua daerah
Nogales ialah mengenai sejarah berdirinya kota, yang didalamnya kita dapat
melihat terjadi perbedaan antara bangsa penjajahnya yakni Spanyol dan Inggris.
Dan juga bagaimana bentuk perlawanan rakyat pribumi daerah yang dijajah.
Spanyol berhasil menguasi dan menjajah daerah Amerika Latin bukan hanya karena
strateginya tetapi juga karena warga
pribuminya tidak melakukan perlawanan yang cukup berarti, sementara inggris
dengan tidak memilki strategi karena hanya mengikuti strategi Spanyol
dihadapkan pada warga Pribumi yang tidak mau menuruti perintah dan melakukan
perlawanan.
Penyebab kedua
Amerika Serikat adalah negara yang lebih demokratis ketimbang negara manapun dimuka bumi pada adad
ke-19 dan hingga saat ini. Paham demokratis yang dianut membuat pemerintah
Amerika beserta warganya mengakui akan adanya kesetaraan dan kebebasan
diberikan kepada seluruh warga untuk berinovasi untuk mengembangkan dirinya,
khususnya dalam hal teknologi. Amerika juga sangat menghargai hasil karya
setiap orang, tidak melihat apakah itu
kaum bangsawan, politis atau orang miskin semuanya diberikan kesempatan
yang sama untuk berinovasi dan negara menjaminnya dengan meberikan hak paten,
yang menjadi salah satu pendongkrak ekonomi sejumlah orang miskin di Amerika,
yang dalam buku ini dicontohkan ialah Thomas Edison. Sebab berikutnya mengapa
antara Nogales Arizona dan Nogales Sonora ialah karena adanya lembaga sosial
yang berbeda dan menghasilkan insentif yang berbeda pula pada warganya. Amerika
Menjadi lebih kaya dibandingkan Meksiko dan juga Peru karena Amerika memiliki
lembaga politik dan ekonomi yang mempengaruhi insentif yang didapat oleh warganya
baik secara perorangan, perusahaan dan politisi. Setiap masyarakat bekerja
sesuai dengan kaidah dan hukum ekonomi dan politik yang dibuat dan ditegakkan
oleh negara maupun rakyatnya secara kolektif. Lembag-lembaga ekonomi yang
membentuk insentif ekonomi ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk
mengenyam pendidikan,menabung dan berinvestasi, berinovasi dan mengadopsi
teknologi.
Lembaga ekonomi
di negara Amerika juga memungkinkan warganya untuk mendirikan perusahaan dengan
muda tanpa terkendala oleh berbagai hambatan. Lembaga-lembaga Ekonomi di
Amerika dalam hal ini bank mengalami iklim kompetitif yang sehat
sehingga menguntungkan warganya untuk lebih muda mendapatkan pinjaman untuk
modal pronyek mereka. Pasar tenaga kerja Amerika juga membantu para pengusahanya
untuk merekrut orang-orang yang berkualifikasi, dan lingkungan pasar yang
relatif kompetitif memungkinkan mereka untuk mengembangkan perusahaan dan
produknya.
Sementara bagi
meksiko demokrasi adalah hal yang baru. Selama beberapa waktu Meksiko mengalami
pergantian pemimpin yang terjadi sesukanya tanpa adanya sistem pemilu dan
penyampaian aspirasi dari rakyatnya. Santa Ana dan Gomes Farias melakukan
pertukaran masa kepemimpinan mereka tanpa adanya regulasi dan kontrol dari
rayatnya. Lembaga ekonomi dan politik di Meksiko juga sangat jauh dari
Kompetitif, Politik secara mutlak dikuasai oleh sepihak oleh penguasa,
sementara lembaga ekonomi pun bernasib sama. Instabilitas politik dan ekonomi
berdampak pada lemahnya perlindungan hukum terhadap hak kekayaan atau hak milik
setiap warga. hanya segelintir pihak yang memiliki hak monopoli pasar, dalam
hal ini Carls Slim yang menguasai pasar komunikasi Meksiko. Sementara akan
begitu sulit bagi pihak lain yang hendak bersaing karena banyaknya kendala
mulai dari mahalnya ongkos perizinan, bentuk perizinan hingga birokrasi, para
politisi dan penguasa yang harus dilewati.
Perbedaan yang
terjadi di Nogales Arizona dan Nogales Sonora mendorong kita kemudian melihat
kepada teori ketidakadilan dunia. Teori ini berusaha menjelaskan efek yang
ditimbulkan berbagai lembaga ekonomi dan politik terhadap kesuksesan dan
kegagalan negara didunia yang berimbas pada kemakmuran dan kemiskinan dibidang
ekonomi.
BAB 2
TEORI-TEORI YANG TAK TERBUKTI
Oleh :
Sierfi Rahayu (14030117410008)
Peta Distribusi Kemakmuran Dunia
Bagian
ini berusaha mengungkap tentang kesenjangan antara negara kaya dan miskin di
muka bumi dan menjelaskan pola-pola umum yang membentuk kesenjangan itu.
Apabila kita lihat memang kontras antara negara-negara berpenghasilan terendah
dengan yang terkaya di dunia itu sungguh kentara. Namun disini ada beberapa
pola kesenjangan yang menarik untuk disimak. Pertama, yaitu pola kesenjangan
yang terjadi di kawasan benua Amerika. Kita akan menemukan kelompok negara terkaya
dan termiskin selalu sama, baik mau dilihat dari lima puluh tahun yang lalu
atau seratus tahun yang lalu hasilnya selalu sama. Pola kedua, yang menarik
untuk disimak juga yaitu dilihat dari peta negara-negara Timur Tengah. Disana
banyak terdapat negara kaya minyak, dengan tingkat pendapatan mendekati
negara-negara terkaya di dunia. Tapi anehnya kalau harga minyak jatuh, mereka
akan dengan cepat terpuruk ke urutan terendah. Tanpa minyak, semua negara Timur
Tengah tergolong sebagai negara miskin. Pada bagian buku ini juga terdapat
beberapa hipotesis tentang asal-muasal kemiskinan dan kemakmuran yang diajukan
para ilmuwan itu tidak terbukti dan gagal menjelaskan apa yang tergambar pada
peta distribusi kemakmuran di berbagai negara di dunia.
Hipotesis Geografi
Dalam
hipotesis geografi ini menyatakan bahwa jurang pemisah negara terkaya dan
termiskin di dunia tercipta oleh perbedaan kondisi dan lokasi geografis. Akhir
abad ke-18 filsuf besar Prancis yaitu Montesquieu mengatakan bahwa masyarakat
yang hidup di iklim tropis cenderung pemalas dan enggan memakai otaknya untuk
belajar. Akibatnya mereka enggan bekerja keras dan berinovasi, dan itulah yang
menyebabkan mereka miskin. Namun hipotesis geografi ini gagal menjelaskan
timbulnya perbedaan antara Korea Utara dengan Selatan atau antara Jerman Barat
dengan Timur. Sejarah sudah menunjukkan bahwa korelasi sederhana antara iklim
atau letak geografis dengan kemakmuran tidak bisa dijadikan landasan teori yang
solid. Menurut Jared Diamond dalam tesisnya menyatakan bahwa perbedaan aneka
spesies hewan dan tumbuhan juga mempengaruhi intensitas masyarakat dalam
bertani, yang akan mempengaruhi laju perkembangan teknologi dan taraf hidup
dimuka bumi. Namun tesis Diamond ini tidak bisa memberikan pencerahan mengapa
teknologi canggih tidak menyebar secara merata dan menciptakan kesetaraan
pendapatan diseluruh dunia, dan sama sekali tidak mencantumkan argumen penting
mengenai kesenjangan yang terjadi pada zaman modern secara umum dipicu oleh
penyebaran teknologi yang tidak merata. Hipotesis geografi bukan saja gagal
menjelaskan penyebab timbulnya kesenjangan di berbagai belahan dunia, namun
juga tak mampu mengungkap musabab mengapa banyak negeri seperti Jepang dan
China bisa begitu lama “tertidur” sebelum akhirnya bangkit dan mencapai tingkat
pertumbuhan yang fenomenal.
Hipotesis Kebudayaan
Hipotesis
kebudayaan ini tidak lagi bertumpu pada landasan agama, melainkan pada
serangkaian keyakinan, tata nilai, dan etika lainnya. Ada jawaban “ya” dan
“tidak” untuk menjawab apakah hipotesis kebudayaan bisa dipakai untuk memahami
fenomena kesenjangan ekonomi dunia. Jawaban “ya” menjelaskan bahwa norma sosial
yang berkaitan dengan kebudayaan memang penting dan sulit diubah, dan terkadang
menjadi penyebab timbulnya perbedaan pada berbagai institusi kemasyarakatan.
Jawaban “tidak”, karena aspek-aspek kebudayaan yang kerap kali sangat
ditonjolkan agama, etos atau semangat kebangsaan, tidak terlalu penting untuk
menjelaskan mengapa kesenjangan antarnegara bisa terjadi dan sulit diatasi.
Masalah-masalah kultural yang krusial itu tidak terkait dengan agama, melainkan
dengan “budaya bangsa” tertentu. Ada varian dari hipotesis kebudayaan, bukan
budaya Inggris versus non Inggris, melainkan budaya Eropa versus non Eropa. Tak
beda dengan hipotesis geografi, hipotesis kebudayaan juga gagal menjelaskan
aspek-aspek lain dari peta distribusi kemakmuran negara dunia di masa kini.
Tentu banyak perbedaan keyakinan, sikap budaya, dan tata nilai antara Amerika
Serikat dengan Amerika Latin, atau Korea Utara dengan Selatan, semua perbedaan
itu timbul dari konsekuensi dari keberadaan berbagai institusi politik ekonomi
dan sejarahnya.
Hipotesis Kebodohan
Hipotesis
kebodohan menegaskan bahwa kesenjangan itu ada karena para penguasa tidak tahu
cara memakmurkan bangsanya yang melarat. Hipotesis kebodohan mengatakan
negara-negara miskin adalah korban
kondisi gagal pasar karena para ekonom dan pembuat kebijakan tidak tahu cara
mengatasi kondisi tersebut dan mengambil arah kebijakan yang salah di masa
lalu. Hipotesis kebodohan berbeda dari dua hipotesis terdahulu, sebab teori ini
langsung menyodorkan “solusi” untuk mengatasi problem kemiskinan : jika
kemiskinan ini adalah akibat dari kebodohan, maka penguasa atau pengambil
keputusan yang cerdas dan insaf pasti dapat mengentaskan kita dari
keterpurukan. Meskipun hipotesiis kebodohan diandalkan sebagian besar ekonom
dan kalangan pembuat keputusan di Barat yang dengan gigih selalu mengutamakan
rekayasa kemakmuran terbukti sudah bahwa hipotesis ini gagal. Teori tersebut
tidak bisa menjelaskan asal muasal timbulnya kemakmuran di berbagai negara
maupun peta distribusi kemakmuran.
Kesimpulan
pada bagian dua ini yaitu adanya peta atau pembagian distribusi kemakmuran
dunia, dimana kawasan Amerika Serikat dan Inggris menjadi kelompok negara
terkaya sedangkan untuk kawasan sub-sahara Afrika menjadi kelompok negara
termiskin. Kemudian terdapat tiga hipotesis tentang asal muasal kemiskinan dan
kemakmuran, namun ketiga hipotesis ini tidak terbukti semua dan gagal untuk
menjelaskan asal-usul kemakmuran suatu negara. Usaha untuk mewujudkan
kemakmuran bagi segenap bangsa tergantung pada penyelesaian berbagai masalah
politik yang mendasar. Untuk menjabarkan ihwal ketimpangan antara negara kaya
dan miskin didunia, ilmu ekonomi harus didukung oleh pemahaman tentang berbagai
jenis kebijakan dan pranata sosial yang mempengaruhi insentif ekonomi dan
perilaku manusia, juga pengetahuan tentang politik. Biasanya para ekonom
mengabaikan faktor politik, padahal pemahaman tentang politik sangat penting
untuk menjelaskan kesenjangan ekonomi dunia. Sehingga ilmu ekonomi dan politik
ini tidak bisa dipisahkan dalam menyelesaikan permasalahan negara, terutama
permasalahan kemakmuran atau ketimpangan di suatu negara.
BAB 3
PROSES TERJADINYA KEMAKMURAN DAN KEMISKINAN
Oleh:
Auly Fikry (14030117410010)
Perbedaan tingkat kemakmuran antar negara disebabkan oleh
perbedaan institusi ekonomi yang ada berikut dengan tata hukum atau perundangan
yang mepengaruhi mekanisme ekonomi dan insentif yang tersedia bagi segenap
rakyatnya. Ada dua institusi ekonomi yang diperkenalkan oleh buku mengapa
negara gagal ini. Institusi yang pertama adalah institusi inklusif, institusi
ini tumbuh subur di negara-negara seperti Amerika dan Korea Selatan, dimana
warga negara dibebaskan untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan
ekonomi yang memaksimalkan talenda dan kemampuan warga negaranya, sekaligus
membebaskan mereka dalam menentukan pilihannya. Institusi ekonomi yang inklusif
harus menjamin kepemilikan aset baik bagi swasta ataupun perorangan, yang juga
ditunjang oleh pelayanan publik yang memberikan semacam ajang persaingan yang
adil bagi semua pihak untuk berniaga dan bermitra, membuka kesempatan bagi
warga untuk menentukan sendiri jalur karier nya.
Institusi ekonomi yang bertolak belakang dengan inklusif tersebut
dinamakan ekstratif. Dalam institusi yang satu ini sangat lah berbeda dengan
inklusif, bahkan dapat dikatakan ini merupakan musuhnya institusi ekonomi
inklusif. Karena lembaga tersebut cenderung memeras, menyadap, dan mengeruk
pendapatan serta kekayaan salah satu lapisan masyarakat demi memperkaya
lapisan-lapisan lain yang berkuasa.
Jika ingin memberikan contoh negara yang menganut sistem inklusif
maka buku ini mencerikatan korea. Sangat menarik karena Korea seperti yang kita
ketahui bersama terpecah menjadi du bagian yakni Utara dan Selatan. Kedua
negara ini semenjak berpisah juga menerapkan sistem ekonomi yang sangat
berseberangan, dan menariknya jika kita melihat di masa sekarang masyarakat
yang ada di Korea Selatan bisa dikatakan lebih makmur dan sejahtera hidupnya
dibandingkan dengan Korea Utara. Bagaimana tidak menjelang dasawarsa pada tahun
1990an saja , dimana hanya dalam rentang waktu setengah abad, kondisi timpang
tindih antara Korsel dan Korut begitu terlihat. Ekonomi Korut yang bisa
dikatakan kurang baik menyebabkan jutaan orang kelaparan dan hal ini sangat
kontras dengan Korsel . Rakyat Korea selatan yang sangat bebas menentukan akan
menjadi apa kedepannya, memiliki motivasi yang kuat dimana mereka sendirilah
yang menentukan akan seperti apa mereka nantinya. Berbanding terbalik dengan
Korut, warga negaranya tidak bisa memiliki kebebasan seperti warga negara
Korsel, mereka selalu diawasi dan diperhatikan gerak geriknya, ditentukan akan
menjadi apa di masa depan dimana kaum pria mayoritas akan menjadi tentara
pembela negara katanya. Masyarakat Korut hidup dalam kondisi yang sangat
tertekan dan mereka hanya bisa pasrah terhadap penguasa mereka .
Kemajuan suatu bangsa khususnya dalam bidang ekonomi tidak bisa
dilepaskan dari pendidikan,keterampilan, kompetensi, dan kemampuan teknis
angkatan kerja yang semua itu bisa diraih di sekolah, rumah, ataupun tempat
bekerja. Terbukti negara yang
membebaskan warga negara nya ingin bekerja sebagai apa nantinya mampu melahirkan
orang-orang yang sangat hebat bahkan mampu menciptakan sejarah yang baik. Sebut
saja salah satunya Thomas Alfa Edison, yang mampu menciptakan suatu pengetahuan
baru dan mampu menjadikan nya bisnis yang menguntungkan. Contoh lainnya ada di
kedua negara yang telah disebutkan sebelumnya, dapat terlihat sekarang Korea
Selatan mempunyai perusahaan besar seperti Samsung dan Hyundai sedangkan Korea
Utara belum lah memilki perusahaan yang dapat dikatakan setara .
Perbedaan mendasar Ekstraktif dengan Inklusif sebenarnya sederhana
saja, jika yang satu tidak membebaskan rakyat nya dalam memilih dan memiliki
sesuatu di negaranya, sedangkan Inklusif memberikan kebebasan bagi warganya
dalam berusaha ataupun berkarir, pihak swasta dan perorangan begitu didukung. Tetapi
negara yang menganut sistem Inklusif ini harus lah mampu membagi kekuasaannya
secara merata dan segenap elemen masyarakat bisa ikut mengontrolnya, ini
dimaksud dengan institusi yang bersifat beragam. Ada keterkaitan erat antara
keberagaman dengan berbagai institusi ekonomi yang inklusif. Namun faktor
penentu utama yang menyebabkan negara seperti Amerika dan Korea Selatan mampu
membangun ekonomi inklusif bukan hanya dengan politiknya yang beragam, tetapi
juga dengan pemerintah yang terpusat dan kuat. Ekonomi inklusif hanya bisa
dibangun diatas pondasi yang terlebih dahulu diletakkan oleh institusi politik
inklusif, yang membagi kekuasaan secara merata ke seluruh strata masyarakat dan
tidak menjalankan kekuasannya secara semena-mena
Mengutip dari perkataan Max Weber bahwa negara yang tidak bisa
memonopoli dan jelas sentralisasinya, tidak akan bisa menjalankan perannya
sebagai penegak hukum dan penjaga ketertiban, apalagi melaksanakan pelayanan
umum yang mendorong roda perekonomian. Jika negara sudah gagal memperoleh
sentralisasi politik, cepat atau lambat masyarakat akan terjebak dalam anarki.
Walaupun sebenarnya setiap hal ada dampak positif dan negatifnya,
namun dapat dirasakan bahwa manusia memilki keinginan nya sendiri, alangkah
tidak baiknya jika negara membatasi hal seperti pekerjaan dan memiliki lahan
nya sendiri. Mengapa hal ini bisa terjadi, namun penguasa atau kelompok elite
yang telah berkuasa penuh sebelumnya menyadari benar bahwa jika perusahaan baru
dibiarkan berkembang maka hal itu akan menjadi ancaman bagi kaum elite sendiri,
oleh karena nya mereka mencoba membatasi hal itu dikarenakan ketakutan akan
kehilangan kekuasaan yang dipegangnya.
Ada satu hikmah yang dapat dipetik, bahwa kelompok-kelompok yang
berkuasa acap kali menjadi penghambat kemajuan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
tidak hanya dipandang sebagai proses peningkatan kualitas dan jumlah nya saja,
namun bisa juga dianggap sebagai proses transformatif yang menggoyahkan
struktur kekuasaan dan meluasnya penghancuran kreatif yang mengancam kelompok
elite. Pertumbuhan ekonomi hanya bisa berlanjut jika tidak dihambat oleh para
elite yang khawatir akan kehilangan sejumlah hak istimewanya, serta penguasa
yang cemas kekuasannyaakan terkikis.
BAB
4
BEBERAPA
PERBEDAAN KECIL DAN EPISODE SEJARAH
YANG
SANGAT MENENTUKAN WAJAH DUNIA.
PETAKA
YANG MENGUBAH WAJAH DUNIA
Oleh:
Sulistio
Diliwanto Binsasi (14030117410015)
M.
Imanuddin Kandias Saraan (14030117410017)
Black
Death atau disebut juga kematian hitam merupakan wabah penyakit Pes yang merupakan satu-satunya bencana
terburuk yang menghantam umat manusia. Black Death adalah suatu pandemi hebat
yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abab ke 14
(1347-1351), dengan cepat virus itu menerpa bagai badai taufan dimana terus memakan
koraban jiwa, upaya pengobatan terus dilakukan tetapi tidak membuahkan hasil
jika terjangkit maka sama saja menerika SK kematian. Pada tahun 1348 wabah pes
menyereang inggris dan banyak memakan korban jiwa sehingga Raja edward III
memerintahkan Uskup Canterbury menggelar doa bersama untuk meminta agar bencana
ini cepat berlalu.
Abab
ke 14 benua eropa dikuasai oleh kaum feodal, organisasi ini merupakan hubungan
hirarkis antara raja dan tokoh-tokoh bangsawan dan petani atau penggarap lahan
berada pada tingkatan struktur paling terendah yang sangat merugikan petani
dimana semua hak haknya diatur oleh pemegang kuasa sangat tidak adil kondisi
saat itu. Dampak wabah pes di salah satu segi sebagai awal sebuah perubahan
yang datang dari lingkungan dalam hal ini Alam, para pekerja atau petani mulai
bangkit dan menuntut perubahan karena dampak dari wabah pes yaitu terjadi
kelangkahan tenaga kerja hal ini sangat
,menggoyahkan sistem feodalisme.
Pemerintah
inggris pada tahun 1351 mengeluarkan statuta
untuk menghentikan gelombang tuntutan kaum petani yang berkaitan dengan
upah pekerja, statuta tersebut mematok besaran upah sama seperti sebelum
menyerangnya wabah pes tersebut. Pada tahun 1381 terjadi revolusi petani dan
para pemberontak yang di pimpin Wat Tyler meski pemerintah inggris mampu
menumpas pemberontakan tersebut namun revolusi tersebut tetap menghalangi
pemerintah inggris untuk tetap menjalankan statuta pekerja tersebut dan secara beranggsur sistem feodalisme pun
hilang. Wabah pes merupakan contoh nyata dari sebuah episode sejarah yang
menetukan, dan merangsang institusi-institusi sosial untuk merangsang dan
tumbuhnya situasi yang lebih insklusif yang dapat mengubah sistem politik dan
ekonomi dan membawa inggris pada revolusi industri.
Revolusi
industri di inggris mulai berkembang di bandingkin di negara eropa lainnya
seperti Prancis dan spanyol dan sistem politik inggris sudah bersifat ke arah
yang pluralisme, perbedaan sejarah
bangsa inggris, spanyol dan prancis pada abab ke 17 menunjukan kuatnya korelasi
antara perbedaan momentum sejarah yang kritis. Dimana pada moment tersebut
menggoyahkan sistem politik dan ekonomi suatu negara. Disini kita bisa melihat bahwa perkembangan
ekonomi suatu negara berbeda beda ada yang berkembang karena sebuah evolusi institusional
dan merupakan reaksi reaksi dan tuntutan rakyat dan perkembangan ekonomi sesuai
proses evolusi sistem politik yang sudah ada.
Negara-negara
eropa barat yang memiliki institusi-institusi yang bersifat pluralistik ketika
revolusi ekonomi berkembang di inggris, dan dampak tersebut pada prancis
sehingga terjadi revolusi prancis sebagaimana mendorong dan menetukan eropa
barat untuk bangkit mengikuti jejak kejayaan inggris, hal ini kemudian terus
menular mulai dari negara bekas jajahan
inggris ada yang sistem politik dan ekonomi membaik dan maju pasca
penjajahan namun ada yang tetap pada situasi semula bahkan ada negara pasca
penjajahan tersebut gagal.
Kegagalan
negara tersebut bukan tidak mampu mewarisi sistem ekonomi politik dari negara
yang pernah menjajah negara tersebut. Kesamaan prinsip-prinsip suatu negara
tidak jauh berbeda dengan negara lain tetapi mengapa hasilnya masih ada negara
yang gagal. Ada beberapa faktor yang menurut saya dapat mempengaruhi negara
tersebut untuk stagnan dan bahkan runtuhnya suatu negara diantaranya 1). Budaya
atau kultur setiap bangsa selalu berbeda sehingga mempengaruhi cara berpikir,
dan perilaku untuk berubah, 2). Kebodohan yaitu mendasarkan pada kesalahan
kebijakan yang diambil oleh pemimpin negara negara tersebut, 3). Sistem ekonomi yang ekstratif dimana
berkaitan dengan upah bagi pekerja yang di jalankan oleh sekelompok elit yang
mana menguras sumber daya manusia untuk kepentikan pribadi dan menyisahkan
sedikit untuk kepentingan rakyat, 4). Sistem politik yang ekstratif yang menjadi racun dimana selalu mendukung dengan
meneguhkan kekuasaan absolut para elit.
BAB
5
“AKU SUDAH MELIHAT MASA
DEPAN YANG TERBUKTI NYATA” : PERTUMBUHAN EKONOMI DI BAWAH BAYANG-BAYANG
INTITUSI EKSTRAKTIF
Oleh:
Muchamad Samsudin (14030117410005)
Ungkapan
tersebut muncul pada masa ketika perang dunia I usai dari seorang jurnalis
kawakan yaitu Lincoln Steffens. Hal ini ia kemukakan sekembalinya dari misi
diplomatik dari Negara Uni Soviet yang baru saja berdiri. Dalam autobiografi
yang ditulis Steffens pada tahun 1931, ia menyebutkan bahwa Negara Rusia Soviet
adalah sebuah rezim hasil revolusi dengan rencana pembangunan yang
revolusioner. Dikatakan bahwa rezim tersebut telah berhasil menegakkan sebuah
sistem pemerintahan yang diktator, yang didukung oleh satu kelompok minoritas
yang terlatih, yang dalam beberapa generasi ke depan akan terus mengupayakan
reformasi ekonomi secara ilmiah dan lebih mengutamakan demokrasi ekonomi
ketimbang politik. Keberhasilan dalam hal pertumbuhan ekonomi inilah yang
disebut oleh Steffens adalah masa depan. Karena pada saat itu dia melihat
keberhasilan ekonomi Uni Soviet di bawah bayang bayang institusi ekstraktif.
Fakta
saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar negara dikuasai oleh perangkat
institusi politik ekonomi yang ekstraktif, namun pertumbuhan ekonomi di
beberapa negara tersebut mengalami peningkatan yang pesat. Hal ini tidak
menjamin adanya kelanggengan akan kemajuan tersebut, karena pada saat yang sama
dalam institusi ekstraktif kemakmuran tersebut mereka kuras untuk dibagikan
kepada segelintir kelompok elite penguasa. Potensi pesatnya perkembangan
ekonomi ekstraktif tersebut mendorong para penguasa atau negara mengupayakan
sentralisasi politik yang nanti ujungnya pada praktik penindasan rakyat demi kemakmuran
sekelompok elite penguasa.
Pertumbuhan
ekonomi yang diciptakan oleh institusi-institusi ekstraktif sangat berbeda
dengan pertumbuhan yang dihasilkan melalui perangkat institusi insklusif.
Perbedaan yang paling mendasar ialah pertumbuhan tersebut sulit untuk
dipertahankan dalam jangka panjang. Institusi ekstraktif ini menghalangi proses
penghancuran kreatif dan tidak bisa melahirkan terobosan teknologi secara
maksimal. Negara Uni Soviet merupakan contoh nyata dalam hal ini. Mereka bisa
mendorong pertumbuhan ekonomi yang fantastis ketika pemerintahannya bisa
mengejar ketertinggalan teknologi dari negara-negara lain, kemudian merelokasi
aset dan sumber daya dari sektor pertanian yang belum dikelola secara maksimal
untuk menumbuhkan sektor industri. Namun akhirnya strategi itu gagal merangsang
kemajuan teknologi. Inovasi teknologi hanya tampak di beberapa bidang yang
mendapatkan gelontoran sumber daya secara maksimal, dan sosok-sosok inovatornya
mendapat ganjaran dari pemerintah semata-mata karena hasil karya mereka membuat
negara itu terkesan bisa menyaingi bangsa Barat. Pertumbuhan ekonomi Uni Soviet
yang bak meteor itu mencapai batas akhirnya, dan benar-benar berhenti menjelang
tahun 1970-an.
Ketiadaannya
penghancuran kreatif dan kurangnya inovasi teknologi bukan satu-satunya
hambatan yang membelit pertumbuhan ekonomi dalam bayang-bayang institusi
ekstraktif. Ketika institusi ekstraktif berhasil menciptakan kemakmuran yang
signifikan bagi kaum elite penguasa, sangat logis jika banyak pihak lain yang berkeinginan
merebut kekuasaan kaum elite tersebut. Friksi internal, perang saudara, dan
instabilitas politik telah menjadi ciri khas dalam institusi ekstraktif. Pada
gilirannya, mereka bukan hanya meningkatkan inefisiensi tetapi juga melemahkan
sendi-sendi kekuasaan, bahkan tak jarang menjerumuskan negara ke dalam
kekacauan dan rusaknya tatanan hukum serta ketertiban.
Meskipun
terbatas dan sulit dipertahankan, pertumbuhan ekonomi dalam lingkup institusi
ekstraktif memang bisa mencengangkan banyak orang manakala mesin ekonomi itu
masih berjalan. Banyak orang Uni Soviet maupun negara-negara Barat yang
tersentak ketika menyaksikan rekor pertumbuhan ekonomi Uni Soviet pada
tahun-tahun 1920, 30, 40, 50
dan 60-an, bahkan sampai dekade 1970-an, tidak jauh berbeda dengan kita yang
terkagum-kagum pada prestasi ekonomi China dewasa ini. China yang masih
dikuasai Partai Komunis merupakan contoh mutakhir dari sebuah masyarakat yang
meraih pertumbuhan ekonomi di bawah bayang-bayang institusi ekstraktif, dan
sulit diharapkan untuk bisa mempertahankan rekor pertumbuhan tersebut jika
tidak mengupayakan transformasi fundamental untuk membangun institusi
politik-ekonomi yang inklusif.
BAB 6
BENUA
EROPA YANG TERBELAH
Oleh:
Natalia
K. Dewi (14030117410001)
Melly Anggraeni (14030117410016)
Bagaimana
Venesia Berubah Menjadi Museum Sejarah
Salah
satu faktor pendukung pertumbuhan ekonomi Venesia adalah serangkaian inovasi
dibidang kontrak perniagaan yang membuat institusi-institusi ekonomi dinegara
itu semakin inklusif. Seperti commenda
yaitu merupakan cikal bakal perusahaan dengan kepemilikan saham secara
gabungan, dan durasinya sangat singkat. Iklim perekonomian yang inklusif
disertai munculnya dinasti-dinasti saudagar kaya membuat sistem politik di
Venesia menjadi kian terbuka. Berbagai Inovasi politik yang terjadi setelah
ekspansi ekonomi :
- Dibentuknya
Dewan Besar (Great Council) yang
merupakan sumber kekuatan politik terbesar di Venesia. Dewan Besar itu
memilih para anggota yang akan duduk dikursi dua lembaga bawahannya, yaitu
Senat dan Dewan Empat Puluh yang menjalankan berbagai tugas legeslatif dan
eksekutif.
- Pembentukkan
satu lembaga lain yang bertugas mencalonkan atau menominasikan seorang doge.
- Ketentuan
yang mengharuskan penguasa baru mengucapkan sumpah jabatan yang pon-poinnya
ditetapkan oleh Dewan Dukal.
Awal
keruntuhan Venesia dimulai dengan dikeluarkannya peraturan baru yang sungguh
ganjil sampai diterbitkannya Libro d’Oro
alias Kitab Emas yaitu buku besar tentang daftar resmi kaum bangsawan Venesia.
Pahlawan-Pahlawan
Rakyat Roma
Republik
Romawi berjaya sejak pemerintahan Tiberius Gracchus. Pada masa ini rakyat Roma
mendapatkan haknya untuk menunjuk wakilnya serta mengusulkan berbagai
perundangan yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Perdagangan dikawasan
Mediterania berkembang pesat pada masa pemerintahan Republik. Pertumbuhan
ekonomi juga berkembang cepat dibuktikan dengan penemuan dari arkeologis. Pada
tahun 133 SM Tiberius Gracchus mencalonkan diri menjadi hakim yang mewakili
kepentingan rakyat setelah melihat ketimpangan yang terjadi di keluarga
prajurit dengan membentuk komisi yang akan meyelidiki kasus penguasaaan tanah
secara ilegal. Pada tahun 44 SM Julius Caesar meraih kemenangan dengan
menduduki Roma. Pada tahun 31 SM Octavian (Augustus Caesar) berhasil sebagai
pemenang dalam perang dengan Mark Anthony, dan berhasil menguasai Roma selam 45
tahun. Rezimnya dikenal dengan Principate.
Rangkaian transisi dari pemerintahan republik menjadi principate yang akhirnya
menjadi imperium totalier itulah yang menjerumuskan pemerintahan Roma dari
kejayaannya.
Memasuki Awal
Abad Ke-5
Keberhasilan
bangsa Goth, Hun dan Vandal dalam menyudutkan kekaisaran Romawi itu hanyalah
gejala dan bukan penyebab runtuhnya kekaisaran Romawi.
Riwayat
pudarnya pamor Imperium Romawi bisa mulai dirunut dari tindakan makar Octavian
atau Oktavianus (Augustus Caesar) yang melucuti takhta Marc Anthony dan
menimbulkan serangkaian perubahan yang membuat berbagai institusi politik
kekaisaran Romawi menjadi kian ekstraktif. Gelombang perubahan itu melantak dan
merambah ke berbagai bidang : merubah struktur organisasi angkatan perang
menjadi lebih kaku dan tidak lagi memberi ruang bagi prajurit untuk melakukan
pemogokan atau unjuk rasa.
Kembali
ke penelitian bangkai kapal dan lapisan es di Greenland di awal bab ini, selain
bisa digunakan untuk membuktikan pertumbuhan ekonomi bangsa Romawi, ternyata
puing-puing kapal karam dan lapisan debu atmosfer yang mengendap di bongkahan
es abadi di Greenland juga bisa dimanfaatkan untuk melacak bukti-bukti kebangkrutannya.
Dari
masa kekaisaran Romawi juga ada bukti-bukti yang mengarah pada ketakutan
politik pihak penguasa terhadap terjadinya penghancuran kreatif. Karena jika
Kaisar Vespasianus yang berkuasa di Romawi dari Tahun 69 hingga 79 Masehi gagal
menyenangkan hati rakyat dan menjaga supaya mereka tetap jinak, resikonya
destabilisasi politik. Rakyat jelata Romawi dibuat sibuk dan patuh, dan siasat
paling jitu adalah memberi mereka pekerjaan. Sehingga kaisar ini menampik
usulan yang brilian dan kreatif karena dampak politiknya dikemudian hari.
Faktor
lain yang menghambat laju teknologi inovasi adalah maraknya praktik perbudakan,
di Roma lapisan msyarakat yang produktif adalah para budak atau pengolah lahan
pertanian berstatus semi budak (coloni) yang tidak akan mendapat insentif jika
mereka berinovasi, sebab para majikanlah yang akan memanen berkah dari inovasi
itu. Seperti ulasan berkali-kali di buku ini, bahwa Perekonomian yang
digerakkan oleh sistem perbudakan tidak akan pernah menghasilkan inovasi.
Tak Ada Lagi Surat
Dari Vindolanda
Surat
menyurat antara Candidus : centurion Romawi yang ditempatkan di benteng
Vindolanda dan Oktavianus : rekan sesama centurion, memberikan gambaran tentang
kemakmuran negeri Inggris pada zaman penjajahan Romawi. Isi surat itu menunjukkan
: adanya aktivitas perekonomian yang melibatkan lembaga-lembaga keuangan yang
cukup maju pada zamannya, adanya prasarana berupa jalan raya, adanya sitem
fiskal yang melakukan potongan pajak atas upah Candidius dan lebih jelas
menunjukkan adanya tradisi baca tulis dan bisa mengakses layanan jasa pos yang
sudah lama.
Menjelang
abad ke-4 kejayaan bangsa Romawi mulai merosot dan selepas tahun 411 kekaisaran
Romawi melepaskan cengkeramannya atas Bangsa Inggris. Mendekati tahun 450
Masehi tidak tampak lagi tanda-tanda kedigdayaan ekonomi Imperium Romawi dan
mulai saat itu tidak ada lagi orang yang menulis surat dari Vindolanda. Dan
sejak tahun 450 Masehi, diambang zaman kegelpan, Inggris terjerumus ke jurang
kemiskinan dan kemelut politik berkepanjangan. Selama beratus-ratus tahun
bangsa itu tidak memiliki pemerintahan yang kuat dan terpusat.
Di Persimpangan
Sejarah
Jatuhnya
kekaisaran Romawi Barat menimbulkan dampak yang tidak bisa dipandang sebelah
mata, sebab runtuhnya dominasi Roma jelas sangat berpengaruh terhadap sebagian
besar daratan eropa. Berbagai rentetan peristiwa sejarah telah mengguncang
daratan Eropa dan membuka jalan bagi munculnya sebuah tatanan masyarakat yang
lazim disebut kaum feodal.
Momentum
sejarah yang memicu tumbuhnya feodalisme memang sangat unik, namun kejadian itu
bukan hanya menimpa daratan Eropa. Kasus serupa juga terjadi di negara Ethiopia
yang berasal dari Kerajaan Aksum. Ketika Imperium Romawi tumbang, Kerajaan
Aksum juga mengalami nasib yang sama bahkan proses kejatuhannya memiliki pola
yang sama persis dengan yang terjadi di Imperium Romawi Barat.
Berbagai
Konsekuensi dari Pertumbuhan Abortif
Sejarah
peradaban bangsa Romawi yang hebat, ternyata bukan faktor atau warisan kejayaan
mereka yang memicu tumbuh kembangnya institusi inklusif di Inggris yang
berujung pada Revolusi Industri. Iklim perekonomian inklusif yang diwariskan
oleh peradaban Roma di seluruh kawasan Eropa tidak serta merta melahirkan
institusi inklusif pada abad-abad setelah keruntuhannya.Kebangkitan institusi inklusif
justru terjadi di Inggris. Sejarah memainkan peranannya, melalui evolusi
institusi yang menciptakan berbagai perbedaan watak institusi menjadi besar
dampaknya ketika berbedaan tersebut bersinergi dengan momentum sejarah yang
menentukan.
Memasuki abad ke-16, secara institusional
negara-negara Eropa jauh berbeda dari para tetangga mereka di kawasan
sub-Sahara atau beberapa wilayah Amerika. Meski prestasi ekonominya tidak
spektakuler seperti India atau China, bangsa-bangsa Eropa memiliki perbedaan
institusional yang sangat mendasar. Institusi kemasyarakatan bangsa Eropa
memberi saluran aspirasi dan keterwakilan pada rakyat. Perbedaan seperti itulah
yang memainkan peranan dalam perkembangan perangkat institusi politik-ekonomi
yang inklusif.
BAB
7
TITIK BALIK SEJARAH
YANG MENENTUKAN
Oleh :
Ari Susanto (14030117410019)
Cahyo Bagus Puji Widodo (14030117410018)
INOVASI TEKNOLOGI YANG
MENGANCAM KEKUASAAN
Wiliam lee
memiliki obsesi untuk membuat mesin rajut yang membuat efektif dan efisien
sebuah pekerjaan dan diajukan kepada penguasa untuk diberi hak paten tetapi
mesin yang ditemukan ditolak oleh penguasa inggris dengan alasan akan
menciptakan pengangguran akibat adanya mesin tersebut. Penguasa tertinggi
kerajaan inggris khawatir bahwa otomatisasi produksi kain rajutan bakal
menggoyang stabilitas politik pemerintahannya, selain akan menciptakan
pengangguran hal itu juga akan mengancam tahta kerajaan.
Alasan yang
paling mendasar dari penolakan inovasi teknologi tersebut adalah kecemasan para
penguasa terhadap karir politiknya, mereka takut kalau jutaan perajut manual
yang berubah menjadi pengangguran akan menyulut kerusuhan yang akan berujung
pada gonjang-ganjing politik dan berbalik mengacam kekuasaan mereka.
Dalam hal ini
masyarakat membutuhkan kehadiran berbagai sosok pembaru yang menawarkan inovasi
paling radikal sebagai akibatnya para pembaharuan yang berpotensi menimbulkan
penghancuran kreatif itu kerap dihadapkan pada berbagai kendala.
KONFLIK
POLITIK YANG TIDAK BERKESUDAHAN
Latar belakang
dari konflik politik yang terjadi adalah perebutan kekuasaan. Sejarah bangsa
inggris adanya konflik antara morakhi dengan rakyatnya tapi dalam hal ini,
konflik-konflik itu tidak melulu dimenangkan oleh para pemegang kekuasaan,
seperti pada tahun 1215, para baron bersekutu melawan Raja John dan memaksanya
untuk mematuhi seluruh butir - butir dalam piagam besar magna carta. Apabila Raja mangkir dan lalai pada kewajibannya maka
baron berhak merampas kastil, tanah dan harta benda kerajaan sampai Raja
melakukan perbaikan tindakan yang telah ditentukan.
Kekuasaan
monarkhi semakin diberangus melalui lembaga parlemen meskipun parlemen Inggris
pada masa itu berisi kelompok elit politik dan bangsawan, parlemen inggris
tidak hanya mewakili kelompok elite yang loyal kepada Raja namun juga
menyuarakan aspirasi berbagai kelompok kepentingan termasuk para bangsawan
kecil, menengah dan mewakili para petani.
Dengan kondisi tersebut, para anggota parlemen menghadang berbagai upaya
Raja untuk memperbesar kekuasaan sehingga dalam perkembangannya parlemen
tersebut menjadi basis pertahanan bagi pihak yang berseberangan dengan kerajaan
selama perang saudara yang berlanjut ke revolusi besar inggris.
Pada tahun 1530,
Perdana Menteri cromwell memperkenalkan model pemerintahan birokratis.
Pemerintahan itu bukan lagi kepanjangan dari kepentingan keluarga kerajaan
namun sudah menjadi seperangkat institusi tersendiri yang memiliki berbagai
kewenangan. Proses ini mencapai titik kulminasi dengan keputusan Raja Hendri
VIII yang memutuskan hubungan dengan gereja katolik roma dan merampas semua
tanah yang dikuasai gereja. Siasat melolosi kekuasaan politik gereja merupakan
cara efektif dalam memantapkan sentralisasi kekuasaan monarkhi. Proses
sentralisasi kekuasaan ini beresiko melahirkan kekuasaan absolut. Kekhawatiran
inilah yang mendorong berbagai gerakan menentang sentralisasi kekuasaan.
TUMBANGNYA
KEKUASAAN ABSOLUTE MONARKHI
Deklarasi raja
willam yang disempurnakan oleh parlemen inggris menjadi sebuah dokumen yang
disebut “declaration of right” yang
didalamnya diatur masalah tata cara dan tata tertib suksesi kekuasaan yang
meretas tradisi lama. “Declaration of
right” disitu menegaskan bahwa raja tidak boleh menganulir keputusan hukum
dan raja tidak membenarkan adanya menarik pajak tanpa persetujuan parlemen.
Secara keseluruhan berbagai perubahan itu membuktikan kemenangan parlemen atas
monarkhi sekaligus menandai berakhirnya praktik pemerintahan absolute di
inggris.
MENGAPA
REVOLUSI INDUSTRI HARUS TERJADI DI INGGRIS?
Penyebab
yang mendorong terjadinya industri di bumi inggris ialah keberadaan perangkat institusi insklusif. Dampak dari
revolusi itulah yang memulihkan dan menjunjung tinggi pengakuan serta
perlindungan hukum atas hak kekayaan rakyat, meningkatkan jasa pasar keuangan,
menggusur praktik monopoli perdagangan dalam negeri oleh nengara serta merobohkan
berbagai kebijakan curang
BAB 8
JANGAN GANGGU DAERAH KEKUASAAN KAMI :
BERBAGAI KENDALA YANG MENGHAMBAT KEMJAUAN
Oleh:
Amalina
(14030117410011)
Tissa Silvia (14030117410002)
Hikayat
Penguasa Yang Mengharamkan Teknologi Cetak Pers
Tahun 14445, dikota Mainz,
Jerman sebelumnya sebuah inovasi tercipta yaitu, sudah adanya alat cetak pers
yang bisa dibongkar pasang. Dengan penemuan ini semua berubah, buku – buku
diperbanyak dan dengan penemuan ini juga mungkin sedikit tidak dapat menolong
mayarakat dunia akan buta aksara. Kemudian bermunculan percetakan-percetakan
pers di Eropa Barat.
Namun inovasi akan teknologi
cetak tidak semua menyambut antusias, pada masa Pemerintahan Sultan Bayezid II
Kekaisaran Ottoman ruang gerak usaha percetakan tidak bebas. Tidak sedikit
perusahaan gulung tikar akan dekrit yang ada, ini merupakan dampak jelas akan
pemasungan terhadap teknik cetak pers. Watak institusi Politik Ottoman yang
begitu ekstraktif mengharuskan kita memaklumi hal tersebut..
Revolusi industri mendatangkan momuntem sejarah,
absolutisme bukan satu-satunya tipe instituis politik yang menghambat
industrialisasi. Absolutisme dan sentralisasi politik merupakan kedua
penghalang utama bagi industrialisasi. Jadi bisa dikatan, mungkin saja banyak
negara gagal akan momentum datangnya revolusi Industri karena terlalu dikuasai
oleh institusi politik absolutis yang bermain dengan Industri kreatif.
Perbedaan Kecil Yang Menentukan Nasib Dua Bangsa
Dua bangsa, yaitu anatra
inggris dan Spanyol. Ketika Inggris runtuh karena Pemerintahan yang absolut
Eropa tetap masih mempertahankan model Pemerintahan yang absolut tersebut.
Spanyol memang menjadi salah satu negara makmur di daratn eropa, namun setelah
kerajaan berhasil mengonsolidasikan kekuasaan absolutnya Eropa pun mengalami
keruntuhan dan kebangkrutan pada tahun 1600. Di spanyol tidak pernah ada proses
politik yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan reformasi institusi.
Kemunculan berbagai institusi ekonomi ekstratif di spanyol itu merupakan akibat
dari konstruksi kekuasaan absolut evolusi instirusi politik yang salah kaprah.
Rontokny kekuasaan absolut di Inggris pada tahun 1688 bukan hanya menumbuh
kembangkan berbagai isntitusi politik yang bersifat pluralistis, tetapi juga
menciptakan iklim yang kondusif bagi sentralisasi kekuasaan Pemerintah.
Akibat yang ditimbulkan oleh maraknya isntitusi
politik-ekonomi ekstratif di spanyol bisa ditebak, pada abad 17 ketika
perekonomian inggris menggeliat dengan maraknya aktivitas ekonomi yang
meningkat Spanyil kian terpuruk ke jurang kebangkrutan. Watak keras kepala
Spanyol yang kontras dengan sifat akomodatif dan pluralis dari penguasa dan
isntitusi politik-ekonomi inggris, merupakan contoh lain dari perbedaan institusional
yang bersinergi dengan munculnya momentum sejarah.
Fobia Penguasa Terhadap Industri
Tanpa adanya perombakan pada
struktur kekuasaan dan institusi politik seperti seperti yang terjadi di
Inggris setelah tahun 1688, negara-negara penganut paham absolutisme kesulitan
memetic faedah dari berbagai inovasi dan teknologi. Ketika revolusi industri
sedang marak-maraknya, peta politik Eropa pada abad ke 18 dan 19 sangat berbeda
dengan apa yang kita lihat sekarang ini.
Institusi ekonomi bentukan
Dinasti Habsburg layaknya ordo beranggotakan tuan-tuan tanah yang menjujung
tinggi paham kaum feudal dan mendominasi berbagai institusi ekonomi. Selain
melestarikan feodalisme (serfdom)
yang mematikan proses-proses ekonomi pasar serta memupus semangat rakyat
pedesaan untuk melakukan kegiatan ekonomi, kekangan terhadap ekonomi pasar dan
aksi main mata dengan berbagai institusi ekonomi ekstratktif sudah mencari ciri
khas penguasa absolut.
Politik menentang inovasi
dijalankan dengan du acara. Pertama, menolak pertumbuuhan industri
dan Kedua, menentang keras
pembangunan rel kerta api. Penolakan akan industrialiasasi dan proyek jalur
kereta apai didasari atas ketakutan pada proses penghancuran kreatif yang
timbul dari imbas pertumbuhan ekonomi modern. Ketika Inggris dan sebagian besar
wilayah Barat Laut Eropa sudah diramaikan oleh jalur-jalur kereta api pada
tahun 1870, jumlah jalur kereta api yang yang menenembus daerah terpecil rusai
masih bisa diitung jari. Kebijakan anti kereta api baru berubah setelah
gabungan bala tantara inggris, prancis, dan ottoman berhsasil menggempu rusia
pada perang Krimea tahun 1853.
Larangan Berlayar di China
Rezim absolut tidak hanya
diterapkan di Eropa namun hal tersebut menjadi rezim yang dianut, china dimana
dampaknya sama dengan negara-negara di Eropa yaitu matinya prospek membangun
industri yang merupakan momentum sejarah yang sangat menjanjikan karena
revolusi Industri. China mengalami kejayaan hanya pda Dinasti Song meskipun
maju, China masih menganut rezim absolut dimana kegiatan perekonomian bukan
atas permintaan pasar namun perintah kerajaan.
Pada masa Kaisar Hongwu China tidak memperbolehkan
adanya kontak dengan orang asing melarang semua warga china berlayar ke luar
negeri. Politik isolasi China baru berkahir pada tahun 1567 dan digantikan
Dinasti Qing yang ternyata sangat serakah dan suka merampok harta rakyat,
mereka juga melarang perdagangan dan masuknya teknologi dari luar negeri.
Alasan kuat Pemerinntah melakukan pelaranagan Perdagangan Internasional adalah
mereka takut dengan penghancuran kreatif yang akan menghancurkan stabilitas dan
kekuasaan politik. China selama abad ke-19 dan ke-20 menjadi salah satu negara
termiskin dunia.
Mitos Raja Prester Jhon
Contoh lebih ekstrem dari
rezim absolutisme di Afrika adalah Ethiopia. Ethiopia adalah specimen yang
sempurna dari rezim absolut dinegeri itu tidak ada sedikitpun institusi
kemasyarakatan yang bersifat pluralis, apalagi Lembaga yang mengontrol dan
mengimbangi kekuasaan raja yang berkuasa sewenang-wenang. Absolutism Ethiopia lebih
ekstraktif dan gila-gilaan. Bangsa Ethiopia berhasil mempertahankan
independensinya minimal selama empat dasawarsa. Ethiopia menjadi negara
termiskin di dunia hingga sekarang masih terpuruk karena absolutism
Pemerintahan yang sangat susah direformasi.
Kisah Pertikaian Anak Cucu Samalee
Institusi-institusi
absolutis diseluruh dunia telah menghambat laju industrialisasi secara tidak
langsung. Somalia adalah contoh negara yang porak poranda karena tidak adanya
sentralisasi politik, disana tidak mengenal sentralisasi atau dominasi politik
yang ada hanya kelompok-kelompok klan yang saling membunuh dan membayar dia
sebagai gantinyaaaa, tidak yang mau adanya sentralisasi karena nanti aka nada
kekuatan yang mendominasi kekuatan yang lain pluralisme menjadi suatu yang
dihindari.
Kesimpulan
Berdasarkan kegagalan dari
berbagai negara yang dimuat dalam bab ini, dapat disimpulkan bahwa kegagalan
tersebut didominasi oleh beberapa faktor yang cukup mencolok, kegagalan negara
dalam menangkap peluang emas revolusi industri disebabkan lebih karena rezim
absolut dan juga tidak diterimanya sentralisasi politik. Prinsip-prinsip
adminitrasi pada dasarnkya telah diterapkan di beberapa negara tersebut namun
faktor lain yang menghambatnya ada pada SDM, dan sosial budaya nilai. SDM
dikarenakan rendahnya nilai yang dianut penguasa karena adanya ketaktan akan
penggulingan kekuasaan ketika rakyat memiliki intelektualitas dan sosial budaya
warga seperti di Somalia yang telah memburuk sampai akar rumput, sehingga
negara-negara tersebut gagal memanfaakan peluang emas revolusi industri.
BAB 9
PERTUMBUHAN YANG PUPUS DI TENGAH JALAN
Oleh :
Azaria Eda (14030117410004)
Fiki
Dzakiyati (14030117410003)
Rempah-rempah
dan Genosida
Pada awal abad ke – 17, Kepulauan Maluku terdiri dari
tiga kesultanan, Kesultanan Tidore, Kesultanan Ternate, Kesultanan Bacan.
Kepulauan Maluku pada abad itu adalah pusat perdagangan dunia, sebab kawasan
itu merupakan satu-satunya penghasil rempah yang berharga. Kontak pertama
antara penduduk pribumi kepulauan Maluku terjadi pada abad ke -16, ketika
Pelaut Portugis berdatangan kesana untuk membeli rempah-rempah. Campur tangan
bangsa Eropa kian terasa dampaknya dengan kedatangan armada dagang dari
Belanda. Orang-orang Belanda segera paham situasi bahwa memonopoli pasokan
rempah-rempah di Maluku akan jauh lebih menguntungkan dari pada bersaing dengan
para saudagar local maupun yang berasal dari Eropa. Berawal dari keinginan
meraup keuntungan perdagangan lewat jalur monopoli rempah inilah penjajahan terhadap
penduduk pribumi di Indonesia di mulai dengan mendirikan VOC.
Untuk menghindari ganasnya VOC, beberapa kerajaan di
Asia Tengga sengaja berhenti memproduksi komoditas ekpor dan menghentikan
aktivitas dagangnya. Mereka memilih hidup secara berdikari ketimbang berurusan dengan Belanda.
Dua abad setelah itu, bangsa-bangsa Asia Tenggara tidak lagi memiliki sumber
daya dan kemampuan untuk memanfaatkan berbagai inovasi, yang bermunculan
merebaknya revolusi industri. Pada akhirnya, keputusan untuk mundur dari arena
perdagangan rempah-rempah tidak juga menyelamatkan mereka dari Bangsa Eropa,
menjelang akhir abad ke 18 hampir seluruh kawasan Asia Tenggara menjadi koloni negara-negara
Eropa.
Kisah
Nestapa Budak-Budak Afrika Yang Terus Berulang
Perbudakan sudah ada di zaman Romawi Kuno dan di
Afrika. Meningkatnya perdagangan budak antarnegara terjadi secara dramatis
ketika koloni Inggris di Karibia membangun perkebunan tebu pada abad ke -17.
Kedatangan orang-orang Eropa yang antusias mencari budak belian di sekitar
pesisir Afrika Barat dan Tengah jelas menimbulkan dampak yang luar biasa
terhadap bangsa-bangsa Afrika. Semua institusi kemasyarakatan yang ada, bahkan
lembaga agama, seakan-seakan ikut gila dan bernafsu menangkapi warga negara
untuk dijadikan budak. Semua bentuk kejahatan diganjar dengan satu vonis,
pelakunya akan dijual sebagai budak. Pada akhir abad ke – 19, di Inggris muncul
suatu gerakan kuat yang mendesak di hapusnya perbudakan dipelori oleh William
Wilberforce yang akhirnya berhasil dengan dihapusnya perdagangan budak.
Ternyata dihapusnya perdagangan budak tidak membuat praktek budak di Afrika
ikut dihapus, akibatnya perbudakan di Afrika justru semakin menggila pada abad
ke – 19. Catatan dari para musafir dan pedagang yang mampir ke negara Afrika menyebutkan
bahwa separo dari penduduk bekerja sebagai budak. Karena ganasnya institusi
politik –ekonomi yang bertopang pada bisnis perbudakan, bangsa-bangsa dikawasan
tersebut tetap stagnan dan terbelakang.
Asal Muasal Dualisme Ekonomi di Afrika
Konsep “dualisme ekonomi” yang diusung pada tahun 1955
oleh Sir Arthur Lewis dan para ahli ekonomi pembangunan sama sekali tidak
salah. Afrika Selatan terbelah ke dalam dua sektor, yaitu sektor perekonomian
tradisional yang kuno dan lekat dengan kemiskinan, serta sektor perekonomian
yang maju dan menghasilkan kemakmuran. Sebuah hal mustahil untuk merubah
masyarakat miskin bisa menjalani transisi dari sektor tradisional yang kuno ke
sektor perekonomian modern tanpa dihalang-halangi pemerintah. Hal yang tidak
disadari adalah, dualisme ekonomi tidak tercipta dengan sendirinya, kondisi ini
diciptakan oleh kolonialis Eropa.
Setelah disahkannya Undang-Undang pada tahun 1913
bangsa kulit hitam terusir dari tanah mereka dan dipaksa hidup berdesakan di
Homeland. Bangsa kulit hitam yang terpuruk di kawasan Homeland Afrika itu
melarat, terbelakang, dan tak pernah mengenyam pendidikan. Nestapa itu
disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang dengan brutal mematikan prospek
penduduk pribumi Afrika untuk menikmati kue pembangunan ekonomi, lalu menyulap
mereka menjadi angkatan kerja murah. Sedangkan kulit putih Afrika Selatan
menikamati kualitas hidup yang setara dengan Eropa Barat dengan menghisap darah
orang kulit hitam yang lebih dari 80% penduduk Afrika dimarginalkan dan dilarang
berperan serta dan memaksimalkan talenta.
Dualisme ekonomi ini berarti bahwa penduduk kulit
hitam berada pada sektor ekonomi tradisional yang kuno, sedangkan kulit putih
berada pada sektor ekonomi modern dan maju. Dualisme ekonomi di Afrika Selatan
baru berakhir pada tahun 1994, karena bangsa kulit hitam bangkit dan menggugat
kesenjangan yang terjadi, dan akhirnya sukses menumbangkan rezim Apertheid dan
dualism ekonomi berakhir.
Kemajuan Yang Berubah Menjadi Keterbelakangan
Kesenjangan ekonomi dunia yang kita saksikan saat ini
terjadi karena pada abad ke-19 dan 20. Perubahan teknologi bukan satu-satunya
mesin penggerak ekonomi, namun jelas itulah yang terpenting. Fakta menunuukkan
bahwa kemakmuran beberpa imperium Eropa hanya bisa diraih dengan menghancurkan
kerajaan-kerajaan kecil dan sistem perekonomian bangsa pribumi di seluruh
dunia, atau dengan menciptakan berbagai institusi ekstraktif. Eropa mengimpor
budak dari Afrika lalu membangun perkebunan.
Meledaknya bisnis budak di kawasan Atlantik telah
mengulangi pola lama yang pernah muncil di Afrika, meskipun awalnya bisnis ini
dipicu oleh kondisi yang sama sekali berbeda dengan kondisi di Asia Tenggara
atau India. Di Afrika Selatan, bangsa Eropa membangun institusi ekstraktif yang
sedikit berbeda, yaitu menciptakan pasokan angkatan kerja murah yang mereka
butuhkan untuk menjalankan bisnis pertambangan dan pertaniannya. Pemerintah
Afrika Selatan menciptakan dualism ekonomi dengan menutup kesempatan bagi 80%
warga Afrika berkulit hitam untuk mengerjakan profesi yang sesuai dengan
ketrampilan, mengolah tanag secara komersial, dan merintis usaha.
Semua itu bukan saja menjelaskan mengapa banyak Negara
di dunia yang gagal menangkap momentum emas dari Revolusi Industri, tetapi juga
menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi terkadang dijalankan dengan menciptakan
atau memanfaatkan kemiskinan serta keterbelakangan dari sektor ekonomi
tradisional baik di tingkat local maupun global.
BAB
10
PEMERATAAN
KEMAKMURAN
Oleh:
Muhammad Muntafi (1430117410005)
Penghormatan bagi para Napi
Setelah
Amerika Serikat lepas dari Inggris (1783) tidak lagi mau menerima kiriman
penjahat dari Inggris, sehingga pejabat berwenang mencarikan tempat tinggal
baru bagi para penjahat tersebut.
Pejabat Inggris tertarik dengan benua yang pernah didarati Kapten James
Cook, 29 April 1770, untuk dijadikan tempat pembuangan para penjahat/napi.
Kapal dengan nakhoda Kapten Arthur Phillip dan dipenuhi narapidana berlayar
menuju Botany bay pada 22 Januari 1788, yang sekarang dirayakan sebagai Hari
Australia. Rombongan merapat dan mendirikan kamp di Sydney Cove, yang
selanjutnya disebut New South Wales.
Kamp
tersebut hanya dihuni oleh para napi dan para prajurit yang ditugasi mengawasi
mereka. Para napi yang didatangkan harus
menjalani “program wajib kerja” dan dihukum bagi yang malas. Dalam perkembangannya metode penyiksaan dan
pengasingan kurang efektif mengubah tabiat napi dan diganti dengan memberi
insentif. Karena di New South Wales satu-satunya sumber tenaga kerja adalah
para napi, maka satu-satunya cara merangsang mereka agar dapat meningkatkan
produktivitas hanyalah dengan membayar tenaganya.
Dalam
perkembangannya para napi bahkan boleh berbisnis dan mengupah sesama napi,
bahkan para napi diberi sebidang tanah setelah selesai menjalani masa hukuman.
Hak-hak sipil mereka juga direhabilitasi. Perkembangan ini memicu munculnya
friksi antara kaum elite dengan masyarakat luar, dalam hal ini para napi, eks
napi dan keluarganya.
Tahun
1819 pemerintah Inggris mengirim komisi penyelidik dan akhirnya mengeluarkan
kebijakan bahwa narapidana tidak boleh memiliki tanah, tidak boleh bekerja
dengan bayaran, pengurangan pengampunan dan tingkat kebebasan,. Hanya mantan
napi yang diperbolehkan memiliki lahan.
Eks
napi dan keluarga besar semakin gigih memperjuangkan hak-hak politik dan
ekonomi, serta keterwakilan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Mereka
menuntut digelarnya pemilu yang memungkinkan
untuk ikut berperan serta dalam proses politik, serta dibentuknya
institusi dan berbagai majelis perwakilan yang memungkinkan mereka mendududki
jabatan politik. Tuntutan ini semakin kuat shingga tahun 1823 guubernur New
South Wales memerintah nyaris tanpa kontrol sama sekali, wewenangnya dibatasi
dengan dibentuknya dewan yang ditunjuk oleh pemerintah Inggris. Tahun 1831
untuk pertama kalinya mantan napi diijinkan menjadi juri di pengadilan.
Tahun
1842 dibentuk dewan legislatif dengan 2/3 anggotanya dipilih langsung oleh
rakyat. Mantan napi bisa mencalonkan
diri atau memberi suara jika memiliki aset dalam jumlah besar. Tahun 1856 salah satu negara bagian New South
Wales (Virginia) menjadi ajang pemilu pertama yang benar-benar terlaksana
secara rahasia dan bebas dari praktik jual beli suara.
Virginia
company dan para prajurit serta pemukim bebas di Sydney akhirnya tunduk pada tuntutan khalayak dan
mereka membanguan institusi ekonomi inklusif yang bisa bersinergi dengan
institusi politik yang juga inklusif.
Menobrak Tembok Penghalang: Revoluasi Perancis
Tahun
1789, masyarakat Perancis terbagi mejadi tiga golongan, 1) golongan gereja; 2)
kaum aristokrat, dan 3) rakyat jelata.
Masing-masing golongan memiliki perangkat hukum tersendiri. Hanya Golongan 1) dan 2) bebas pajak dan
pungutan lain. Bahkan gereja juga
menguasai sejumlah besar lahan dan dibenarkan menarik pajak dari petani
penggarap lahan yang mereka kuasai.
Sistem hukum bersifat diskriminatif dan memberikan keuntungan ekonomiis
serta kekuatan politik bagi para bangsawan dan petinggi gereja.
Revolusi
Perancis pantas disebut sebagai sebuah terobosan politik yang radikal.. Tanggal
4 Agustus 1789, Majels Rakyat Nasional mengubah total perangkat hukum perancis
dengan mengajukan rancaran konstitusi baru, diantaranya pasal pertama memuat
pernyataan menghapus sistem feodal, bahwa semua hak istimewa dna segala bentuk
pungutan terutang harus dihapuskan tanpa diberikan ganti rugi. Pasal sembilan menyebutkan semua hak khusus menyangkut pajak
perorangan maupun lembaga dihapus untuk selama-lamanya.
Revoluasi
Perancis berhasil merombak berbagai institusi politik-ekonomi di Perancis dan
berimbas positip ke berbagai negara di Eropa, jauh dari bayangan para
deklarator konstitusi baru pada tahun 1789.
Akar segala kesenjangan di Dunia
Proses
munculnya berbagai institusi politik – ekonomi inklusif telah memicu revoluasi
industri di Inggris, serta beberapa negara lain, tetapi ada sejumlah penguasa
yang keras kepala menghalangi tumbuh kembangnya industrialisasi.
Amerika
Serikat dan Australia merupakan contoh negara yang membentuk institusi inklusif
seperti di Inggris. Setelah institusi
inklusif mapan dan berfungsi dengan baik, kedua negara tersebut segera meraih
pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan.
Beda
dengan beberapa koloni Eropa yang lain, yang justru berlawanan dengan
menciptakan institusi ekstraktif yang sama sekali baru, atau mengambil alih
institusi ekstraktif apa pun yang ada di sama untuk dijadikan alat mengeruk
semua kekayaan alamnya.
Dinamika
institusional merupakan faktor penting dalam menentukan negara mana yang bisa
menangkap peluang emas pada abad ke-19 dan seterusnya, serta negara mana yang
gagal. Akar kesenjangan dunia yang terjadi sekarang, bisa ditemukan dari
perbedaan ini. Hampir semua negara maju pada jaman sekarang, adalah rezim yang
dahulu menyambut industrialisasi dan perubahan teknologi pada abad ke-19, begitu
juga sebaliknya.
BAB 11
LINGKARAN
KEBIJAKAN
Oleh:
M Isa Thoriq A (14030117410021)
Konsep
tentang adanya pembatasan dan kontrol terhadap para penguasa yang merupkan inti
dari supremasi hukum telah melekat pada logika pluralisme yang tercipta melalui
sebuah koalisi besar, yang bangkit menentang kesewenang-wenangan penguasa.
Tidak mengherankan supremasi hukum dan kesadaran bahwa para penguasa bukanlah
wakil Tuhan di dunia merupakan argumen utma dalam gerakan mengganyang
absolutisme rezim.
Merusakan
tatanan atau aturan main akan menggoyahkan stabilitas sistem dan membuka celah
bagi masuknya kembali absolutisme kekuasaan melalui suatu bagian kecil dari
koalisi besar tersebut, atau bahkan membuka potensi masuknya kembali kekuasaan.
Hal yang bisa mencegah parlemen menciptakan absolutisme gaya baru ialah
kesewenang-wenangan penguasa.
Konsep
supremasi hukum jika sudah melekat pada tradisi dan institusi, bukan hanya
berfungsi untuk mencegah terjadinya kekuasaan absolut, tetapi juga menciptakan
semacam siklus “lingkaran kebijakan”. Jika undang-undang adil maka tidak akan
ada perorangan maupun sekelompok orang yang bisa mengangkangi undang-undang.
Selain itu rakyat jelata yang dituduh melanggar batas kepemilikan pribadi akan
tetap punya hak untuk menjalani persidangan yang adil. Lingkaran kebijkan ialah
proses munculnya sejumlah umpan balik positif yang melindungi kewibawaan
berbagai institusi dari beragam usaha untuk melemahkannya, yang pada gilirannya
menggerakan berbagai kekuatan yang akan meningkatkan kualitasnya. Jika satu
pihak memaksakan kemauan nya pada orang lain tanpa ada yangmengontrol, meskipun
yang dimaksud sebagai pihak lain itu hanya warga biasa, maka ekuilibrium atau
keseimbangan ini akan goyah.
Kinerja
lingkaran kebijakan menunjukan adanya peningkatan kinerja yang terjadi secara
bertahap. Semua perubahan politik yang ada , selalu mengarah pada semakin
meningkatnya keterbukaan institusi politik. Akan tetapi semua perubahan itu
berlangsung setahap demi setahap. Perubahan secara bertahap terbukti bisa
menghindarkan terjadinya kekacauan yang menyebabkan negara hilang arah dan
haluan. Mendongkel sebuah sistem dengan cara-cara kekerasan akan memaksa semua pihak yang terlibat untuk
membangun sistem yang sama sekali baru.
Edmund
Burke: Siapapun orangnya harus ekstra hati-hati
jika ingin meruntuhkan sebuah
bangunan rezim yang harus hati-hati jika
ingin meruntuhkan sebuah bangunan rezim yang telah berabad-abad menjadi wahana
kehidupan berbangsa dan bernegara meskipun seburuk apa kualitasnya.
Institusi
politik ekonomi inklusif tidak muncul dengan sendirinya. Mereka lebih sering
muncul sebagai dampak dari gesekan antara antar elite politik yang menghalangi pertumbuhan ekonomi serta
proses perubahan poltik, dan berbagai pihak yang ingin mengekang kekuasaan
ekonomi dan politik.
Lingkaran
kebijakan bekerja melalui beberapa mekanisme. Pertama, logika dari institusi
politik pluralistik akan menyulitkan terjadinya perampasan kekuasaan yang
dilakukan oleh seorang diktator, sebuah faksi dalam struktur pemerintahan ,
atau bahkan oleh seorang presiden yang sebenarnya berniat baik. Kedua, selalu
ada mutualisme antara institusi politik inklusif dan institusi ekonomi inklusif yang saling berinteraksi saling mendukung dan memperkuat. Interaksi
nin menciptakan mekanisme lingkaran kebijakan yang lain.
BAB 12
LINGKARAN SETAN
Oleh:
Meriana
Diah Pramestiwari (14020117410020)
Ekspansi bangsa
Eropa dan pemerintahan kolonial di Afrika memberikan dampak yang merugikan,
yaitu ;
1.
Merusak prospek
pertanian komersial di Afrika dengan menggunakan perangkat hukum dan berbagai
institusi kolonial.
2.
Munculnya bisnis
perdagangan budak antar benua, yang mengubah institusi-institusi
politik-ekonomi itu menjadi lebih ekstraktif
Institusi
politik ekstraktif muncul karena sebab-sebab yang alamiah ;
1.
Memunculkan
institusi ekonomi dengan watak yang sama : memperkaya sefelintir orang tetapi
menyengsarakan banyak jiwa.
2.
Menyediakan
mekanisme untuk mengontrol penyelewangan kekuasaan.
3.
Minimnya
perlindungan terhadap berbagai pihak yang menentang segala praktik
penyalahgunaan kekuasaan Negara.
4.
Menciptakan
kekuasaan tanpa kontrol dan kesenjangan ekonomi luar biasa itu juga
meningkatkan resiko munculnya permainan politik.
5.
Memicu perang
saudara demi memperebutkan kekuasaan dan segala keuntungannya.
Ekonomi
ektraktif muncul dalam bentuk :
1.
Menciptakan
system kerja paksa/perbudakan, bahkan dilegalkan secara hukum oleh Pemerintah.
2.
Lembaga
pemerintahan bekerja demi kepentingan para elite politik, bukan demi
kesejahteraan rakyat.
3.
Praktik monopoli
perdagangan telah melahirkan system libreta dan memicu terjadinya perampasan
tanah milik rakyat.
4.
Pembangunan
infrastruktur sengaja dihambat karena ketakutan penguasa terhadap penghancuan
kreatif yang berpotensi menggoyahkan system kekuasaan.
Pemegang
kekuasaan ekonomi dan politik akan membangun berbagai institusi yang berfungsi
melestarikan kekuasaannya. Meskipun sudah merdeka dan berganti kekuasaan,
lingkaran setan seperti ini menyebabkan intitusi ekstraktif dan tokoh-tokoh
elitnya terus bertahan dengan melanggengkan keterbelakangan bangsanya.
Ciri
khas lingkaran setan adalah dimana berbagai intitusi politik ekstraktif
merajalela dengan dukungan institusi ekonomi ekstraktif, yang pada gilirannya
menciptakan landasan bagi bertahannya institusi politik ekstraktif yang
melestarikan kekuasaan para elite.
Habis Perbudakan, Terbitlah
Undang-Undang Rasialis
Perbudakan
dihapuskan dan warga kulit hitam diberi hak pilih dalam pemilu sebagai bentuk
upaya reformasi fundamental. Tapi mengapa situasi politik dan ekonomi di
selatan tidak pernah berubah ?
Institusi
ekstraktif di beberapa Negara bagian selatan Amerika Serikat masih disokong
oleh elite petani besar. Kelompok elite petani besar di Selatan terus
mempertahankan kekuasaan serta struktur politik-ekonomiya demi melestarikan
kekuatan intitusi ekstraktif melalui Pemerintah dengan cara ;
1.
Melemahkan hak
politik dan kebebasan ekonomi yang diberikan kepada warga kulit hitam.
2.
Munculnya
Undang-Undang yang dirancang untuk membatasi ruang gerak para pekerja dan
mereduksi kompetisi di pasar kerja demi menjamin ketersediaan tenaga kerja
murah bagi para petani besar di selatan.
3.
Melahirkan
system pendidikan diskriminatif dengan kualitas rendah melalui Undang-Undang
rasialis di Selatan.
Hukum Besi
Oligarki menurut Sosiolog Jerman Robert Michaels : logika internal yang
mendasari rezim oligarki dan semua organisasi hierarkis akan mendorong rezim
oligarki untuk melipatgandakan kekuatan. Bukan hanya ketika berhadapan dengan
rival politik di dalam kelompok yang sama, tetapi juga saat rezim itu sukses
mendominasi kekuasaan.
Esensi dari
hukum besi oligarki merupakan salah satu aspek dari Lingkaran Setan :
Wajah-wajah baru
tampil setelah menggulingkan penguasa lama dengan membawa janji-janji
perubahan, tetapi akhirnya justru petaka lebih dahsyat yang mereka bawa.
Wujud lingkaran
setan tetap bertahan karena :
- Kemerdekaan, Perang saudara dan pergantian rezim
hanya kamuflase untuk menguasai panggung politik lokal
- Institusi ekstraktif bisa bertahan karena elite
politik yang mengendalikan dan memanfaatkannya masih hidup dan berkuasa
- Pergantian elite politik tetapi penyokongnya
selaku ekonomi ekstraktif masih terorganisir dapat mempengaruhi
bertahannya lingkaran setan
BAB 13
BIANG
KEGAGALAN NEGARA PADA ZAMAN SEKARANG
Oleh:
Rosihan Widi Nugroho (14030117410006)
Potret negara -Negara yang gagal membangun
perekonomian karena berbagai institusi ekstraktif yang dikuasai oleh elit
politik. Beberapa negara tersebut terdiri dari Zimbabwe dan Sierra Leone di
Afrika, Kolombia dan Argentina di Amerika Latin, Korea Utara dan Uzbekistan di
Asia dan Mesir di kawasan Timur tengah. Walaupun kondisi dan setting yang
melatarbelakangi faktor kemiskinan masing – masing negara berbeda tetapi faktor
penyebabnya sama : kekuasaan institusi ekstraktif. Pada semua kasus, basis atau
motor utama penggerak berbagai institusi esktraktif adalah elite politik yang
mendesain institusi ekonomi ekstraktif untuk memperkaya diri dan melanggeng kan
kekuasaan dengan mengorbankan sebagian besar rakyat.
Perbedaan sejarah dan struktur social di masing –
masing Negara menimbulkan variasi karakteristik para elite dan bentuk dari
institusi ekstraktif yang mereka kendalikan. Namun motif yang menyebabkan
mengapa berbagai institusi tersebut terus ada, pasti terkait erat dengan siklus
dari lingkaran setan. Implikasi yang ditimbulkan akan sama walaupun intensitas
nya bervariasi, yaitu kemiskinan.
Berbagai perbedaaan diantara mereka dengan kondisi bangsa dan perekonomian yang
dikuasai menentukan wujud institusi ekstraktif di masing – masing negera.
Sebagai contoh Korea Utara, elite politik yang berkuasa Kim Jong Il dan
kelompok yang bersekongkol di lingkaran kekuasaan, Uzbekistan ada Islam Karimov
keluarga dan kroni – kroninya, Zimbabwe ada Robert Mugawe dan pentolan partau
ZANU-PF.
Perbedaan konteks sejarah dan struktur social suatu
Negara tidak hanya membedakan identitas para elite dan bentuk institusi
politiknya tetapi juga menentukan wujud institusi ekonominya. Di Mesir Gamal
Abdul Naser berkoalisi dengan Uni Soviet mengambil alih Terusan Suez dan
menasionalisasi sebagian besar sektor perekonomian. Di Korea Utara, Negara
menggunakan mesin politik digunakan untuk menguasai properti oleh swasta dan
perorangan Perkebunan dan perindustrian.
Institusi politik ekstraktif menciptakan institusi ekonomi
ekstraktif yang mengakumulasi kekayaan dan kekuasaan ke tangan kelompok elite.
Setiap kekuatan institusi ekstraktif yang beroperasi di setiap Negara tentu
bervariasi masing –masing negara dan berdampak langsung oada derajat kemakmuran
rakyatnya. Di Kolombia Partai Liberal dan Partai Konservatif regular
berkompetisi dalam pemilu untuk untuk membagi kekuasaan. Lemahnya otoritas
pemerintah pusat melahirkan elit politik local yang saling bertikai dan
membunuh. Di Uzbekistan Presiden Karimov membajak sisa rezim Soviet menjadikan
mereka aparat yang kuat untuk menghabisi lawan politik.
Di Argentina, konstitusi dan pemilu demokratis yang
rutin digelar tidak paralel dengan pembangunan pruralisme. Namun secara umum
Argentina masih dalam mengendalikan tindak kekerasan terhadap rakyat. Negara
Sierra Leone dan Zimbabwe institusi
ekstraktif masih hidup berkat lingkaran setan yang berkuasa. Perang saudara dan
revolusi yang terjadi tidak dengan sendirinya bias mengubah istitusi yang ada.
Di Kolombia, Lemahnya control pemerintah pusat terhadap wilayah terpencil yang
berlangsung selama ini merupakan akibat dari permainan politik dan kepentingan
para elite politik nasional yang dengan sengaja membiarkan kondisi ini. Di
Sierra Leone selain miskin rakyat terombang – ambing dalam ketidakpastian
karena institusi ekonomi dan politik berwatak super ekstraktif.
Faktor – faktor yang menyebabkan kegagalan politik dan
ekonomi yang melanda negara – Negara di dunia dewasa ini hanya dapat diatasi
dengan mengubah semua institusi ekstraktif
menjadi institusi yang lebih terbuka dan pluralis, Inklusif. Institusi yang inklusif di masyarakat di tengah
masyarakat dana koalisi besar apabila bersatu maka akan memerangi rezim
ekstraktif dan membuka peluang memutus lingkaran setan. Kasus – kasus yang
dipaparkan di paragraph sebelumnya menunjukkan kesamaan pola, bahwa institusi
ekstraktif yang mencengkram bangsa – bangsa tersebut sudah ada sejak abad
ke-19. Setiap Negara terjebak dalam lingkaran setan walaupun tidak mustahil
untuk diselesaikan.
BAB 14
MENGUBAH SEJARAH YANG SURAM
KISAH TIGA KEPALA SUKU MELOBI SRI RATU
Oleh:
Rezza
Pamalis (14030117410009)
Pada tanggal 6
September 1895 kapal Tantallon Castle merapat
di dermaga pelabuhan Plymouth yang terletak di selatan Inggris. Tiga kepala
suku dari Afrikan, Khama yang berasal dari Ngwato, Bathoen dari Ngwaketse, dan
Sebele dari Kwena datang ke Inggris menggunakan kapal tersebut dengan mengemban
sebuah misi penting yaitu menyelamatkan daerah kekuasaan mereka dan lima daerah
lain yang dihuni suku bangsa Tswana dari keserakahan Cecil Rhodes. Sebelumnya,
pemerintah Inggris menyatakan bahwa wilayah Bechuanaland (yang menjadi Botswana
setelah merdeka tahun 1966) merupakan wilayah protektoratnya pada tahun 1885.
Kesepakatan di Inggris menghasilkan bahwa Sri Ratu akan memberikan perlindungan
kepada negeri yang dipimpin oleh ketua suku Khama, Sebele, dan Bathoen.
Sekembalinya dari London, ketiga pemuka suku Tswana terus gigih berjuang untuk
menjada independensi mereka dari pemerintahan Inggris dan melestarikan
institusi – institusi politik lokal. Keberhasilan melobi penguasa di Inggris
membuat bangsa Tswana membangun sentralisasi kekuasaan. Ketiga pemimpin itu
mengantongi legitimasi politik yang kuat sebab institusi politik suku mereka
sangat pluralis. Sekarang Botswana menjelma menjadi negara yang memiliki
pendapatan per kapita tertinggi di kawasan sub-Sahara Afrika dang prestasinya
setara dengan Estonia, Hungaria, dan Kosta Rika. Setelah Botswana merdeka,
mereka membangun institusi politik-ekonominya secepat mungkin. Pemerintahnya
giat membangun berbagai institusi ekonomi yang menghormati hak kekayaan rakyat,
menjamin stabilitas ekonomi makro, dan secara konsisten mendorong tumbuhnya
mekanisme ekonomi pasar yang inklusif. Sejak awal kemerdekaannya, bangsa Tswana
sudah memiliki warisan historis berupa berbagai institusi politik yang
membatasi kekuasaan para kepala suku dan mengharuskan mereka
mempertanggungjawabkan semua kebijakannya di depan majelis rakyat.
AKHIR RIWAYAT INSTITUSI EKSTRAKTIF DI SELATAN
Institusi
politik Selatan, baik sebelum maupun sesudah masa Perang Saudara Amerika
Serikat, sebenarnya didasari oleh logika atau motif ekonomi yang sama dengan
rezim apartheid di Afrika Selatan, yaitu menjaga ketersediaan pasokan tenaga
kerja murah untuk menjalankan bisnis pertanian besar di sana. Namun, sejak
tahun 1950-an motif tersebut tidak dipandang lagi dominan menjadi alasan karena
banyaknya penduduk kulit hitam yang melakukan migrasi besar – besaran
meninggalkan wilayah di sana. Sehingga buruh kulit hitam menjadi langka. Elite
politik di Selatan juga tidak perlu lagi mempertahankan keberadaan institusi
ekonomi ekstraktif yang mereka warisi. Sebuah koalisi langka antara kelompok –
kelompok raga kulit hitam dengan institusi – institusi inklusif federal di
Selatan telah membebaskan wilayah tersebut dari cengkeraman institusi
ekstraktif dan melahirkan kestaraan politik dan HAM. Seperti di Botswana,
faktor penentu perubahan di Selatan adalah pembangunan institusi
politik-ekonomi yang inklusif. Langkah baru itu ditempuh bersama dengan kian
menguatnya gelombang ketidakpuasan warga kulit hitam yang hidup sengsara di
bawah cengkeraman institusi ekraktif, selain juga berkat semakin rapuhnya
kekuasaan Partai Demokrat di sana. Sekali lagi, institusi politik-ekonomi yang
sudah ada selalu ikut andil mewarnai perubahan yang terjadi.
BANGKITNYA KEMBALI PEREKONOMIAN CHINA
Setelah
kemenangan Partai Komunisi di China pada tahun 1949, pemerintah RRC melarang
berdirinya partai – partai lain.institusi politik ekraktif dan otoriter itu
didukung pula oleh institusi ekonomi yang ekraktif. Pemerintah China menguras
habis – habisan segala asset dan sumber daya negara yang mereka kuasai. Mereka
memonopoli penjualan hasil pertanian seperti padi dan biji – bijian. Setelah
kematian Mao, pemimpin China kala itu, terjadi kekosongan kekuasaan. Kelompok
Deng Xiaoping berupaya untuk mereformasi perekonomian serta memperkuat peranan
pasar tetapi mereka sama sekali tidak berminat melenyapkan rezim komunis. Perekonomian pedesaan mulai menggeliat dan
menunjukkan pertumbuhan. Pemberian intensif kepada para petani menyebabkan
produktivitas pertanian meningkat secara dramatis. Selain itu banyak juga yang
bergelut di bidang industri. Pada akhirnya, intensif ekonomi pun dinikmati para
pemain sektor industri terutama oleh mereka yang menjalankan berbagai
perusahaan milik negara meskipun pada masa itu belum tampak ada prakarsa
pemerintah untuk melakukanswastanisasi perusahaan negara yang baru terlaksana
era 1990-an. Kebangkitan kembali perekonomian China terjadi seiring dengan
oergeseran orientasi negara yang meninggalkan institusi ekstraktif dan mulai
membangun institusi yang lebih eksklusif. Insentif pasar di sektor pertanian
dan industri kemudia disusul dengan beragam kebijakan senada yang menyentuh
bidang investasi luar negeri dan teknologi, dan semua itu telah menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang fenomenal di China.
Kisah Botswana,
China, dan kawasan Selatan di Amerika Serikat merupakan gambaran yang nyata dan
membuktikan bahwa peristiwa sejarah bukan takdir yang tidak bisa dielakkan.
Sekuat apapun lingkaran setan yang ada, akan selalu ada kesempatan untuk
mereformasi. Namun prosesnya tidak mudah. Terkadang masih diperlukan faktor
lain seperti momentum emas dalam sejarah yang bersinergi dengan koalisi besar
yang menuntu perubahan. Di samping itu kehadiran Dewi Fortuna juga selalu
dinantikan sebab jalannya sejarah selalu sulit diprediksi.
BAB 15
MEMAHAMI ASAL-MUASAL KEMAKMURAN DAN KEMISKINAN
Oleh:
Dimas Anugrah (14030117410007 )
Galuh
Rakasiwi (14030117410012 )
FAKTOR-FAKTOR SEJARAH
Taraf
kualitas hidup bangsa-bangsa di muka bumi ini sangat bervariasi. Hampir semua
kesenjangan antara kelompok Negara kaya dan Negara miskin ini terjadi dalam
kurun waktu dua ratus terakhir. Haruskah semua kesenjangan itu terjadi? Apakah
keunggulan Negara-negara Eropa Barat, Amerika Serikat, dan Jepang atas
Negara-negara sub-Sahara Afrika, Amerika Latin dan China selama dua abad
terakhir ini ditentukan oleh faktor-faktor historis, geografis dan budya atau
etnis? Untuk menjawab atau bahkan sekedar merenungkan semua pertanyaan
tersebut, kita memerlukan sebuah kerangka teori yang bisa menjelaskan mengapa
di muka bumi ini ada Negara-negara yang makmur, sementara di belahan bumi
lainnya banyak Negara gagal dan melarat.
Teori
yang diusulkan oleh penulis buku disni bekerja pada dua level. Pada level
pertama menjelaskan perbedaan antara institusi politk ekonomi ekstraktif dengan
institusi politik ekonomi inklusif. Pada level berikutnya menjelaskan mengapa
institusi yang inklusif hanya bisa tumbuh dan berkembang di beberapa Negara
saja.
Hal
yang menjadi titik fokus teori ini adalah korelasi antara institusi politik
ekonomi inklusif dengan kemakmuran di suatu Negara. Institusi ekonomi inklusif
yang melindungi hak kekayaan rakyat, menciptakan arena kompetisi yang adil,
mendorong investasi di bidang teknologi baru, dan peningkatan sumber daya
manusia pasti menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ekonomi
daripada institusi ekstraktif yang memang dibangun oleh sekelompok elite untuk
menguras keringat rakyat dan kekayaan Negara, tidak melindungi hak kekayaan
warga Negara dan gagal menciptakan insentif dari berbagai aktivitas ekonomi.
Pada gilirannya, institusi ekonomi inklusif dan institusi politik inklusif akan
saling mendukung. Institusi-institusi tersebut membagi-bagi kekuasaan politik
dengan merata secara pluralistic, menghasilkan sentralisasi politik yang cukup
solid demi menegakkan hokum dan ketertiban yang merupakan pondasi bagi
perlindungan kekayaan rakyat, dan membangun perekonomian yang inklusif.
Sebaliknya, institusi ekonomi ekstraktif bisa dipastikan akan bersinergi dengan
institusi politik ekstraktif yang memusatkan kekuasaan di tangan sekelompok
elite politik, yang cenderung mempertahankan dan membangun institusi ekonomi
ekstraktif demi keuntungan mereka sendiri, serta memanfaatkan segala sumber
daya yang mereka miliki demi mempertahankan kekuasaan politik.
PESONA PERTUMBUHAN EKONOMI DI BAWAH REZIM OTORITER
Model
pertumbuhan ekonomi dalam kekuasaan institusi otoriter secara tegas mengakui
bahwa institusi ekstraktif otoriter memang buruk, namun menganggap bahwa
otoritarianisme hanyalah salah satu tahapan proses. Gagasan ini bertolak dari
salah satu teori klasik ilmu sosiologi politik, yaitu teori modernisasi yang
dikembangkan oleh Seymour Martin Lipset.
Seperti
yang kita lihat, pertumbuhan ekonomi di China meimbulkan sejumlah pertanyaan
yang menarik terntang prospek masa depan ekonomi Negara tersebut, dan terutama
mengenai sisi positif maupun layak atau tidaknya mempertahankan pertumbuhan
ekonomi di bawah kekuasaan otoriter. Proses pertumbuhan ekonomi di Cihna yang
dilandasai politik “tambal sulam” seperti mengimpor teknologi asing dan
mengekspor produk-produk murahan ke pasar internasional mungkin bisa
dipertahankan dalam jangka pendek. Bagaimanapun, pertumbuhan ekonomi China itu
akan usai, terutama ketika rakyat di Negara tersebut sudah mencapai taraf hidup
Negara berpenghasilan tingkat menengah. Kemungkinan besar Partai Komunis Cihna
dan elite ekonomi yang semakin kuat posisinya akan saling bagu membahu untuk
mempertahankan dominasi poltik dan ekonomi mereka selama beberapa dasawarsa ke
depan. Dalam kasus ini bukti-bukti sejarah dan teori dari penulis buku
menunjukkan bahwa di Negara tersebut pertumbuhan ekonmomi yang disertai
penghancuran kreatif masing sangat jauh di awing-awang, dan bahwa pertumbuhan
ekonominya yang spektakuler akan berakhir secara berlaham. Namun hal tersebut
bukan keniscayaan, tragedy tersebut dapat dicegah dan dihindari jika pemerintah
China mau mengubah institusi politik ekonominya yang ekstraktif menjadi lebih
terbuka dan pluralistic sebelum pertumbuhan ekonomi mereka mencapai titik
jenuh. Namun sepertinya kecil kemungkinan Negara China akan mengubah perangkat
institusinya menjadi inklusif, kalaupun itu terjadi prosesnya pasti sangat alot
dan rumit.
Dapat
digarisbawahi beberapa hal yang penting. Pertama,
pertumbuhan ekonomi di bawah kekuasaan rezim otoriter ekstraktif di Chins,
meskipun dapat dipertahankan selama beberapa saat, tidak akan menjadi
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang didukung oleh institusi inklusif dan
diserta oleh gelombang penghancuran kreaatif. Kedua, mustahil kita bisa mengharap bahwa pertumbuhan ekonomi di
bawa kekuasaan institusi ekstraktif dapat menumbuhkan demokrasi atau institusi
politik yang inklusif. China, Rusia dan
beberapa rezim otoriter lainnya dewasa ini bisa meraih pertumbuhan ekonomi,
kemungkinan akan segera mencapai titik jenuhnya sebelum mereka berinisiatif
untuk mentransformasi diri menjadi institusi yang lebih inklusif. Ketiga, dalam jangka panjang pertumbuhan
di bawah kekuasaan institusif ekstraktif otoriter bukanlah pilihan yang ideal,
dan tidak selayaknya didukung untuk dijadikan model pertumbuhan bagi
Negara-negara Amerika Latin, Asia, dan sub-Sahara Frika, meski banyak Negara
yang memilih opsi tersebut karena skeman ini terkadang konsisten dengan
kepentingan elite ekonomi dan politik yang berkuasa disana.
KEMAKMURAN TIDAK BISA DIREKAYASA
Awal dekade 1970-an, Perdana Menteri Ghana, Kofi Busia
menghadapi hambatan pelaksanaan kebijakan untuk mengatasi kondisi gagal pasar
dan merangsang pertumbuhan ekonomi bukanlah kebodohan para politik, melainkan
factor institusi politik ekonomi yang ada di dalam masyarakat. Anehnya,
hipotesis kebodohan masih saja diandalkan pada lingkaran pengambil keputusan di
Barat, yang hamper selalu menitikberatkan upaya-upaya untuk merekayasa
kemakmuran.
Ada dua macam pendekatan yang kerap ditempuh dalam
upaya merekaya kemakmuran. Pendekatan pertama biasanya menunjukkan bahwa
kegagalan pembangunan disebabkan oleh buruknya kebijakan dan institusi ekonomi
yang ada. Pendekatan kedua mengakui bahwa mengentaskan sebuah bangsa dari
kemiskinan mustahil dilakukan dalam beberapa hari atau dalam beebrapa dekade.
Pendekatan ini lebih focus pada upaya perbaikan beberapa “kegagalan pasar
berskala kecil”, yang jika berhasil dilakukan, bisa membuka peluang terciptanya
kemakmuran jika pengambil keputusan mau menangkap momentum yang ada.
Beragam kegagalan pasar pada level mikri ternyata
tidak semudah itu diatasi, sebab struktur isntitusional yang menjadi penyebab
kegagalan tersebut ikut menjegal omplementasi kebijakan atau intervensi yang
ditujukan untuk memperbaiki insentif pada skala mikro. Usaha-usaha untuk
merekayasa kesejahteraan tanpa menyentuh akar persoalan-yang dalam hal ini
berupa institusi ekstraktif dan situasi politik yang gigih mempertahankan
status quo-hanya akan menuai kegagalan.
GAGALNYA BANTUAN LUAR NEGERI
Ada beberapa hal yang penting dalam bantuan luar negeri.
Pertama, bantuan luar negeri bukan alat yang efektif untuk mengatasi kegagalan
pemerintah di dunia dewasa ini. Bantuan luar negeri seharusnya dialokasikan
untuk membangun institusi politik-ekonomi yang inklusif. Namun, mayoritas
bantuan luar negeri ini tidak banyak membantu dalam hal ini, apalagi dengan
manajemen yang buruk. Kita semua wajib mengetahui akar permasalahan kesenjangan
ekonomi dan kemiskinan agar kkita tidak mudah percaya dan berharap pada
janji-janji palsu. Kedua, ada baiknya kalua sebagian dana di alokasikan untuk
memfasilitasi berbagai usaha menumbuhkembangkan institusi inklusif. Dana
bantuan sebaiknya dikeloka dengan baik melibatkan dan memberdayakan berbagai
kelompok dan tokoh masyarakat yang semula dimarginalkan dalam berbagai pengambilan
keputusan dan proses politik, sehingga mereka bisa melihat prospek yang lebih
cerah di masa depan.
PEMBERDAYAAN
SELURUH ELEMEN MASYARAKAT
Membangun isntitusi politik inklusif di bawah rezim
ekstraktif didominasi sekelompok kecil elite politik harus diawa dengan proses
pemberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan
gerakan damai secara merembet, membesar, dan menggurita menjadi sebuah gerakan
perubahan fundamental pada level nasional. Untuk mempercepat proses pemberdayana
masyarakat dan pembangunan institusi inklusif harus diakui tidak pernah ada
resep yang ampuh, tapi tentu ada factor-faktor tertentu yang secara alamiah
bisa merangsang upaya pemberdayaan masyarakat.
Faktor-faktor yang dimaksud antara lain adalah
ketertuban umum yang cukup terkendali; adanya beberapa institusi politik yang
memiliki karakteristik pluralis; adanya Lembaga-lembaga atau organisasi
masyarakat ymadani yang bisa mengorganisir atau mengoordinasikan tuntutan
masyarakat. Keberadaan factor-faktor tersebut sangat bergantung pada sejarah
dan sangat sulit dimodifikasi.
Ada satu atau beberapa agen yang berpotensi memegang
peranan pentindg dan instrumental dalam upaya pemberdayaan masyarakat, yaitu
media. Memberdayakan masyarakat luas adalah tugas mulia yang sulit
dikoordinasikan maupun dipertahankan intensitas maypun konsistensinya, jika
tidak disertai oleh penyebaran informasi yang menyadarkan masyarakat tentang
adanya tindak-tindak penyimpangan oleh para penguasa. Media juga dapat
memainkan peranan kunci dalam mengarahkan gerakan pemberdayaan masyarakat
menjadi sebuah gerakan reformasi politik yang berkesinambungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar